Rabu, 15 Desember 2010

...LELAKI PILIHAN...







ehemm … Lelaki Pilihan Siapa laki-laki pilihan para wanita muslimah untuk menjadi pendamping hidup? Seorang pejabat, hartawan, atau si wajah tampan? Bisa jadi itu semua bukan pilihan utama dan lebih menjatuhkan pilihannya pada laki-laki dengan syarat ketinggian taraf keimanan, ibadah serta aktifitas sosial dan dakwah yang lebih darinya. Ataukah cukup yang biasa-biasa saja dan setara bahkan lebih rendah dari dirinya dengan catatan selama ia masih beragama Islam. Pilihan-pilihan itu sering mengemuka seiring dengan rencana dan keinginan seorang wanita untuk menempuh jalinan rumah tangga. Sebab, konon saat ini semakin sulit mencari laki-laki ideal dan “jempolan”. Tentu bukan karena timpangnya perbandingan jumlah laki-laki dan wanita. Namun lebih dimungkinkan karena semarak aktifitas keislaman lebih berkembang di kalangan wanita muslimah dibandingkan laki-laki, meski hal itu masih perlu dilakukan verifikasi dengan data statistik yang benar.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah wajarkah seseorang wanita mensyaratkan kadar keimanan (agama) yang lebih tinggi atas calon suaminya? Nikah adalah ikatan paling kuat dan kekal antara dua jenis insan . Ia pun banyak membawa hal-hal yang lebih positif bagi seseorang daripada hidup membujang. Jiwa perlu diikat dengan pengikat yang kuat lagi kokoh. Pengikat ini adalah aqidah. Karena hanya aqidah yang dapat mengarahkan hidup seseorang, menyetir hati, pikiran dan perasaannya, serta menanamkan pengaruh yang paling berkesan, kemudian menentukan jalan kehidupan mereka.

Dalam kaitan inilah, para ulama bersepakat atas haramnya seorang wanita muslim mengawini laki-laki kafir, baik kafir musyrik ataupun kafir kitabi. Hal itu juga ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya, “… dan janganlah kamu menikahkan orang musyrik dengan wanita beriman sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari seorang musyrik walaupun ia menarik hatimu …” (QS/ Al-Baqarah:221). Secara teoritis, tabiat wanita akan cenderung mengikuti suaminya. Sementara dalam sistem Islam, kepala keluarga adalah suami. Hal ini mencerminkan bahwa kondisi calon suami yang lebih mapan dan tinggi keimanannya menjadi satu syarat yang tidak bisa diabaikan.

Sementara itu, ada kecenderungan laki-laki muslim untuk (sengaja atau tidak) menunda pernikahan dengan beragam alasan. Studi, karir, masalah ekonomi, ingin lebih mendahulukan kepentingan keluarga dan berbagai alasan lainnya. Kondisi tersebut sesungguhnya justru sangat kontradiktif dengan keadaan yang dialami para muslimah. Bagi para wanita muslimah yang memahami konsep Islam secara baik, yang menjadi ukuran utama adalah kadar ketaqwaan dan tingkat keimanan dari calon suami. Sementara harta, jabatan, penampilan fisik dan latar belakang menjadi tidak lebih diutamakan meski tidak pula menampik hasrat untuk mendapatkan yang ‘lebih’ dari semua persyaratan itu. Artinya, keinginan untuk mendapatkan suami dengan penampilan menarik, harta yang cukup ditopang jabatan yang menjanjikan menjadi tidak lebih penting bagi seorang wanita muslimah jika syarat utamanya, yakni kadar keimanan dan akhlaq yang baik tidak dimiliki oleh calon pendampingnya.




Banyak wanita muslimah saat ini yang berpendapat bahwa tidak ada salahnya untuk memperoleh pendamping hidup yang sholeh, tampan, cukup harta dan berpendidikan. Pendapat itu tidak salah, namun juga tidak menjadi benar jika itu menjadi alasan untuk menolak setiap laki-laki sholeh yang datang karena tidak memenuhi syarat lainnya.

Hal itu ditegaskan Rasulullah SAW dalam haditsnya, Dari Abi Hatim al Muzani, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Apabila datang (meminang) kepadamu orang yang kamu ridhai agamanya dan akhlaqnya, maka nikahkanlah (anakmu dengan) dia. Jika tidak kamu lakukan maka akan timbullah fitnah di bumi dan kerusakan yang besar,” Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, jika hal itu memang ada?” Beliau menjawab, “Apabila datang (meminang) kepadamu, orang yang engkau ridha (karena) agama dan akhlaqnya, maka nikahkanlah anakmu dengan dia.” (diucapkan tiga kali) (HR. Tirmidzi)

Imam Asy Syaukani mengatakan, “orang yang kamu ridhai karena agama dan akhlaqnya” dalam hadits diatas, menunjukkan bahwa kufu itu menyangkut segi agama dan akhlaq. Sedangkan Imam Malik menegaskan bahwa kufu itu hanya menyangkut agama saja. Demikian juga apa yang dikutip dari Umar dan Ibnu Mas’ud dan kalangan tabi’in seperti Muhammad Ibn Sirin dan Umar bin Abdul Aziz dengan dasar firman: “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling taqwa kepada-Nya.”

Dari sudut pernikahan, kufu dalam arti agama memang menjadi suatu ketentuan yang mutlak. Namun, kufu dari sisi akhlaq merupakan pertimbangan yang lebih jauh. Ini menyangkut masa depan keutamaan sebuah keluarga muslim di tengah keluarga muslim lainnya. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menyatakan bahwa apabila yang datang itu adalah seorang yang baik agama dan akhlaqnya, maka (jika anak perempuannya juga tidak keberatan) pinangannya harus diterima.

Agama dan akhlaq adalah ukuran yang ideal bagi suami yang baik. Dari sisi inilah wajar bila seorang wanita muslimah ingin mendapatkan nilai lebih dari diri calon suaminya, minimal dibandingkan dirinya sendiri. Tetapi cukuplah bersyukur atas nikmat dan anugrah yang diberikan Allah SWT jika memang Allah menentukan pilihan bagi seorang muslimah yang …ehm, Sholeh, tampan, berpendidikan dan cukup harta. Hendaknya ia tidak menjadi takabbur menganggap dirinya lebih mulia dari wanita muslimah lainnya, karena sesungguhnya atas segala nikmat yang Allah berikan, Allah titipkan pula ujian didalamnya untuk menguji apakah hamba-Nya bersyukur atau sebaliknya.



by ukhti a.syuhada

Selasa, 07 Desember 2010

~**~ Kisah Cinta Facebook ~**~





Kehadapan suamiku yang aku cintai karena Allah ... hari ni genap setahun aku mengenal dirimu ... walaupun dalam dapat, kita mesra ... seolah-olah sudah lama mengenal ... rupa-rupanya kamu adalah senior di sekolah dulu ...

Mungkin kita pernah saling berbicara, berselisih jalan, beratur di barisan yang sama 10 tahun yang lalu ... namun, siapa sangka siapa menduga ... perkenalan yang tidak pernah terjadi 10 tahun yang lalu ... menemukan jodoh kita ...

Alhamdulillah ... kita ditemukan dengan kemajuan teknologi ... dalam dapat ... di bulan syawal ... perkenalan yang tidak direncanakan ...

"Salam ... pernah kamu bertanya? Kenapa kamu add saya?"

Aku menjawab: "Gerak hati?? Tidak tahu harus jawab apa ... saya masih di Jakarta ... aku ini senior sekolah kamu dulu kan?"

"Saya kerja dengan *****. Macam susuh je nak terangkan. Bisa mengerti ke? Hehe. Jadi, kena panggil abang senior la ni?"

Kami bertukar cerita ... dalam 24jam ... Kami telah bertukar nomor telepon; berborak dan mendengar suara.

Hanya setelah 3 hari berkenalan, kami bertemu.

26 September 2009 tanggal keramat.

Di bawah pohon besar dihadapan rumah sorang kontak ....
Aku bersama mobil aku menunggu penuh debaran disitu ... menunggu dia keluar ...
Aku gemetar ... takut juga kalau ditipu ... pengalaman lalu mengajar aku waspada ...

Pertanyaan pertama yang aku tanya, "mana lisensi?"

Maka dia pun menunjukkan lisensi international nya (dia baru pulang dari belajar dan bekerja di England) ... aku dengan selamba bertanya ...

"Mana lisensinya? Ini kartu identitas internasional .."

Dia menjawab dengan yakin, "ada dalam chip tu."

Tidak ku sangka itu lah pertanyaan pertama yang tidak begitu romantis ... di pertemuan pertama ... dia dengan tenang memasuki mobil dan memanduku ke toko makan dekat ...

Kami duduk dan mengobrol .. sambil aku minum milo dan dia bersama roti canai favoritnya ... selesai disitu ... aku membawanya pulang ke rumah untuk dikenalkan kepada keluarga ... dia ngobrol sambil menonton pertandingan bola bersama abang-abangku ...

Tanggal 5 Desember 2009, aku dirisik ... kemudian kami bertunangan pada 1 Januari 2010 dan alhamdulillah menikah pada 13 Juni 2010 ...

Segalanya cepat ... namun aku bersyukur dipertemukan jodoh dengan dia ...

Kini aku bergelar istrinya ... akan aku abadikan segalanya untuk suamiku ...

Aku ingin menjadi permaisuri yang bertahta di hati dan jiwanya sepanjang usia hayatnya.

Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sebaik-baik istri itu adalah yang dapat menenangkan kamu apabila kamu melihatnya dan taat kepada kamu apabila kamu perintah dan memelihara dirinya dan menjaga hartamu apabila kamu tiada."

Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setiap wanita itu adalah manajer sebuah rumahtangga suaminya dan akan ditanyakan hal urusan itu." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Isteri yang mulia ini merupakan sesuatu yang terbaik di antara segala yang bermanfaat di dunia."

Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya wanita yang baik itu adalah wanita yang beranak, besar cintanya, pemegang rahasia, berjiwa ksatria terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada ucapan suaminya dan perintahnya, dan bila bersendirian dengan suaminya, dia pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya itu. "

Sesungguhnya perkawinan atau rumahtangga itu bukanlah sesuatu yang dapat dipandang remeh atau yang dapat dipermain-mainkan. Ia adalah suatu ikatan yang menghalalkan yang haram sebelumnya.

Ia membutuhkan pemahaman, toleransi, saling percaya, tolong-menolong, kasih mengasihi seikhlas hati dan sebagainya.

Tanpa itu semua, mana bisa dua jiwa yang berbeda sifat dan sikap mampu mengarungi sebuah kehidupan yang penuh dengan dugaan ini bersama-sama. Sangat mustahil sekali.

Semoga perkenalan Facebook kekal hingga ke syurga .. aku berdoa kepada-Mu ya Allah .. "Kekalkan jodoh ku bersama suamiku hingga ke syurga ... jadikan lah aku bidadari suami ku di akhirat nanti ..."

Ikhlas dari,
Isteri yang menyayangimu ...

- Artikel iluvislam.com