Selasa, 29 November 2011

~**~ Karena Aku Hanyalah Seorang Hamba ~**~



Ketika seseorang menyerahkan diri kepada Allah, saat itulah dengan sadarnya dia melepaskan apapun kepentingan dan ego dirinya, seraya menyeru dalam hati dan jasadnya bahwa dia adalah telah menjadi seorang hamba.

Selanjutnya, pikiran dan hidupnya akan termotivasi tentang apa yang di ridhoi Allah atau tidak, dan sama sekali bukan tentang seleranya. Ketika diri mengakui bahwa, aku hanyalah seorang hamba, maka tidak akan ada kritik dan pencelaan pada Robbnya melainkan hanya keikhlasan hati terhadap sebuah pengabdian, kepasrahan hati tentang sebuah takdir, dan prasangka baik kepada sang pembuat skenario hidupnya.

Seorang hamba adalah milik tuannya, maka hatinya pun tidak melawan ketika sang pemiilik mengajukan garis takdir kepadanya. Seorang hamba kemudian akan senantiasa melanjutkan hidup dengan tetap mengabdi demi keridhoan pemiliknya, karena memang sudah selayaknya seperti itulah kewajibannya.

Tiada yang lebih nikmat ketika menjadi seorang hamba, selain terbebasnya kita dari rasa lebih, yang berkarib dengan sombong dan atau rasa kurang yang selalu merongrong dan menyiksa diri, karena kepercayaan kita atas perawatan dan pemenuhan dari sang pemilik kita.

Mengakui sebagai seorang hamba akan meneduhkan hati, karena batin senantiasa merasa tenang akibat seluruh kebutuhan terasa ada yang menjamin dan tercukupi.

Mengikhlaskan hati menjadi hamba adalah sumber kedamaian jiwa. Darinya kita belajar untuk selalu rendah hati dan penyayang. Karena seorang hamba adalah pengikut dan pencontoh sejati tuannya. Karena seorang hamba tidak akan mungkin mempunyai pikiran gila untuk menyombongkan diri dengan sesuatu yang ada padanya, yang jelas-jelas adalah semua itu hanyalah milik tuannya.

Ketika kita menghamba, maka luluhlah sebuah penguasaan atas diri dan menyerahkannya kepada sang pemilik kita. Ketika kita menghamba, maka tak penting lagi pujian amal baik kita yang setinggi gunung, karena hati mengajarkan bahwa semua hanyalah karena rahmat sang pemilik kita.

Dalam penghambaan, jiwa seorang hamba yang ikhlas menjadi hamba akan selalu berteriak dan merasa kurang dalam kesyukuran kepada Robb-Nya. Karena itulah, dalam kelihatan atau tidaknya dari pandangan manusia, jiwanya akan selalu terisi hanya dengan Allah berikut daftar rahmat- rahmatnya.

Wahai hamba yang dikasihi Allah,
Sungguh mulia dirimu dalam kesanggupanmu menyerah dan mendidik batin dan jiwamu, untuk menjadi hamba yang berserah. Tiada lagi keluh kesah, karena damai akan selalu melingkupi batinmu. Tiada protes apalagi episode mencaci maki jalan takdirmu, karena sesungguhnya kita adalah seorang hamba. Tiada hamba yang baik selain selalu penuh terimakasih dan kesyukuran kepada pemilik kita, yang maha penyayang kepada diri hamba- hambanya, Allah Subhanahu Wata'ala.

(Syahidah/Voa-islam.com)

~**~ Rasulullah telah mengajarkan bagaimana cara mengendalikan marah ~**~




Rasulullah telah mengajarkan bagaimana cara mengendalikan marah :
1. Membaca ta'awwudz . Rasulullah bersabda , “ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang , yaitu a'uudzubillah mina-syaithaanir-rajiim .”(HR.Bukhari Muslim)
2. Berwudhu. “kemarahan itu dari syetan,sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudhulah.”(HR.Abu Dawud)
3. Duduk. “kalau kalian marah duduklah, kalau tidak hilang juga maka berbaringlah.”(HR.Abu Dawud)
4. Diam. “ajarilah (org lain), mudahkanlah , jangan mempersulit masalah , kalau kalian marah maka diamlah .”(HR.Ahmad)
5. Bersujud , artinya shalat sunnah minimal 2 rakaat. “ketahuilah , sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia . Tidaklah engkau melihat merahnya k2 matanya dan tegangnya urat darah di lehernya?maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud).”(HR.Tirmidzi)


~**~ 7 Karakter Pemuda Islam ~**~




MUSTAFA AL-RAFI’IE menggambarkan masa muda dengan mengatakan bahwa pemuda adalah kekuatan, sebab matahari tidak dapat bersinar di senja hari seterang ketika di waktu pagi. Pada masa muda ada saat ketika mati dianggap sebagai tidur, dan pohon pun berbuah ketika masih muda dan sesudah itu semua pohon tidak lagi menghasilkan apa pun kecuali kayu. (Ashur Ahams;1978).

Karakter Pemuda Islam:

1. Salimul Aqidah (akidah yang lurus)

2. Shahihul ibadah (ibadah yang benar)

3. Matinul Khuluq (akhlak mulia)

4. Qadirun al-Kasbi (berpenghasilan/mandiri)

5. Mutsaqaful Fikri (berwawasan luas)

6. Qawiyyul Jismi (fisik kuat dan sehat)

7. Mujahidun Linnafsih (jiwa yang selalu bersemangat)

8. Munadzam fi Syuunih (sistematis)

9. Harishun 'ala Waqt (menjaga waktu)

10. Nafi'un Lighairih (berguna untuk orang lain).

~**~ Sepuluh Pemberi Syafa'at di Hari Kiamat ~**~



Allah berfirman :


" Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali (syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya. " (QS.Thaha : 109 )


Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. ( QS. Az-Zumar : 44


" Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. " (QS. al Anbiya' :28 )



1. ALLAH AZZA WA JALLA


Rasulullah S'AW bersabda: "Hingga akhirnya Al-Jabbar berfirman 'Yang tersisa tinggal syafa'at-Ku'. Selanjutnya Allah Menggenggam dari neraka satu genggaman untuk mengeluarkan kaum-kaum yang benar-benar telah hangus. Mereka diletakkan di sungai bernama air kehidupan yang berada di mulut-mulut surga. Selanjutnya mereka tumbuh di dua pinggirannya bagaikan biji-bijian yang tumbuh di dalam bawaan banjir. Kalian pasti pernah menyaksikan hal tersebut di sisi batu besar di sisi sebuah pohon. Yang condong ke arah matahari menjadi hijau; sementara yang condong ke arah teduh memutih. Akhirnya mereka keluar dari kawasan tersebut dalam keadaan indah mirip sekali mutiara. Ada cap-cap yang dicap-kan di pundak-pundak mereka. Akhirnya mereka masuk surga." (HR. Bukhari, 7439).


Keterangan : di dalam hadits lengkapnya, syafaat dari Allah ini diberikan terakhir, setelah sebelumnya para Nabi, orang mukminin, dan lainnya memberi syafaat.



2. RASULULLAH MUHAMMAD


Syafaat Rasulullah adalah asy syafaah al Kubra, syafaat agung yang maslahatnya meliputi seluruh umat beliau.


Syafaat ini khusus diberikan kepada Nabi Muhammad . Tatkala manusia dirundung kesedihan dan bencana yang tidak kuat mereka tahan, mereka meminta kepada orang-orang tertentu yang diberi wewenang oleh Allah untuk memberi syafaat. Mereka pergi kepada Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa. Tetapi mereka semua tidak bisa memberikan syafaat hingga mereka datang kepada Nabi , lalu beliau berdiri dan memintakan syafaat kepada Allah, agar menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari adzab yang besar ini. Allah pun memenuhi permohonan itu dan menerima syafaatnya. Ini termasuk Maqam Mahmud yang dijanjikan Allah di dalam firman-Nya: "Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (Al-Israa':79). hal ini sebagaimana dipaparkan dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari.


Di antara syafaat beliau adalah: meninggikan derajat orang yang sudah masuk surga, memberikan syafaat bagi yang akan masuk surga agar segera masuk surga, syafaat bagi yang divonis masuk neraka agar tidak masuk neraka, dan syafaat bagi yang masuk neraka agar segera dientaskan darinya.



3. PARA NABI 'ALAIHIS SALAM DAN MALAIKAT


Dari Abu Said al Khudri R'A, Rasulullah bersabda, "...lalu para nabi memberi syafaat, dan juga para malaikat..." (HR. Bukhari).



4. NABI IBRAHIM 'ALAIHIS SALAM


Dari Hudzaifah, Nabi bersabda:


"Ibrahim berkata pada hari Kiamat, "Wahai Rabbku." Dan Allah pun berfirman, "Ada apakah?" Ibrahim berkata, "Duhai Rabbku, aku telah membuat keturunanku terbakar," lalu Allah berfirman, "Keluarkan dari neraka sesiapa yang kau dapati masih memiliki iman meski sebesar debu atau biji gandum." (HR. Ibnu Hibban, Syuaib al Arnauth menyatakan isnadnya shahih).



5. ASH SHIDDIQIN


'kemudian dikatakan, "panggillah orang-orang ash shiddiqin, lalu mereka pun diberi izin memberi syafaat..." (HR. Bukhari)


Keterangan : maksud ash shiddiqin, Imam Muqatil bin Hayyan berkata, "ash shiddiqun adalah orang-orang yang beriman kepada para Rasul dan tidak mendustakan mereka barang sedikitpun. (Tafsir al Qurthubi: 17/253)



6. ASY SYUHADA'


Dari Miqdam bin ma'di karib, Rasulullah bersabda:

"Bagi orang syahid di sisi Allah ia beroleh enam perkara, yaitu diampuni dosanya pada awal mengalirnya darahnya, diperlihatkan tempat duduknya di surga, dilindungi dari adzab kubur, aman dari kengerian yang besar (hari kiamat), dipakaikan perhiasan iman, dinikahkan dengan hurun'in (bidadari surga), dan diperkenankan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ahmad dengan sanad yang shahih).



7. MUKMININ


Rasulullah bersabda :

"... dan apabila mereka - orang2 mukmin melihat bahwa diri mereka telah selamat , mereka berkata tentang saudara2 mereka . " wahai Rabb kami , tolonglah saudara2 kami , mereka dulu shalat , shiyam , dan berbuat kebaikan bersama kami . " lalu Allah berfirman , " Masuklah ke neraka , sesiapa yang kalian dapati memiliki iman sebesar dinar , maka keluarkanlah ia . " Lalu Allah membuat mereka tidak dapat tersentuh api , dan mereka pun mendatangi saudara2 mereka di neraka . sebagian mereka ada yang tubuhnya masuk neraka sampai kaki , ada juga yang sampai betis . merekapun mengeluarkan orang2 yang mereka kenal , lalu keluar . Allah berfirman lagi , " masuklah , sesiapa yang kalian dapati memiliki iman sebesar setengah dinar , maka keluarkanlah ia . " merekapun mengeluarkan orang2 yang mereka kenal , lalu kembali Allah berfirman , " masuklah , sesiapa yang kalian dapati memiliki iman sebesar debu , maka keluarkanlah ia . " dan mereka pun mengeluarkan orang2 yang mereka kenal . " ( HR. Bukhari )



8. ANAK KECIL YANG MENINGGAL SEBELUM BALIGH


" Anak2 kecil mereka berada di Jannah , salah seorang dari mereka berjumpa dengan bapaknya atau kedua orang tuanya , lalu meraih ujung bajunya , atau beliau mengatakan : dengan tangannya sebagaimana aku memegang ujung bajumu ini , dia tidak akan berpisah dengan bapaknya sehingga Allah memasukkan dia dan bapaknya ke dalam surga . " ( HR. Muslim )



9. SYAFAAT SHIYAM (PUASA)


" Dari Abdullah bin Amr , sesungguhnya Nabi , bersabda :

" Puasa dan Al-Qur'an akan menolong seorang hamba pada hari kiamat . Puasa itu berkata : " ya Rabbi , Engkau telah melarang makanan dan syahwat pada siang hari , maka izinkan saya menolongnya . Dan Al-Qur'an berkata : " ya Rabbi , Engkau telah melarang tidur pada malam hari , maka izinkan saya menolongnya . " ( HR. Imanm Ahmad )



10. MEMBACA AL QU'RAN


" Bacalah Al-Qur'an karena Al-Qur'an akan datang pada hari kiamat nanti sebagai Syafi' ( pemberi syafa'at ) bagi yang membacanya . Bacalah Az Zahrowain ( dua surat Cahaya ) yaitu surat Al Baqarah dan Ali Imran karena keduanya datang pada hari kiamat nanti seperti " dua awan " atau seperti " dua cahaya sinar matahari " atau seperti " dua ekor burung yang membentangkan sayapnya " ( bersambung satu dengan yang lainnya ) , keduanya akan menjadi pembela bagi yang rajin membaca dua surat tersebut . " Bacalah surat Al Baqarah . Mengambil surat Al Baqarah adalah suatu keberkahan dan meninggalkannya akan mendapat penyesalan . Para tukang sihir tidak mungkin menghafalnya . " ( HR. Muslim )


" Taufik Anwar " ar -risalah

Rabu, 23 November 2011

~**~ Muslimah dalam Keterasingan ~**~



Islam datang mencerahkan dunia, meningkatkan martabat wanita pada tempat yang mulia dan memberikan kedudukan yang tinggi yang sebelumnya jauh dan jatuh diletakkan di dasar lembah yang gelap gulita, sejak kecil keberadaannya di hinakan bahkan sebagian diantara mereka di kubur hidup-hidup, Allah SWT mengabadikan sejarah ini dengan firmanNya

Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,

Karena dosa apakah dia dibunuh (QS. At Takwir : 9-10)

Beranjak dewasa hanya menjadi pemuas syahwat laki-laki durjana, sebagaimana yang diceritakan wanita mulia, ibunda kita ‘Aisyah Radhiallhu’anhaa dalam sunan Abi Daud tentang wanita yang menikah/melacurkan dirinya dengan memasang bendera khusus di depan pintu sebagai tanda.Perzinaan mewarnai setiap lapisan masyarakat dan sedikit dari kaum laki-laki dan wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa.Wanita diperjualbelikan secara semena-mena, kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati dan akhirnya ketika tua, tidak ada baginya doa apalagi bakti dari anak-anaknya.

Alhamdulillah Islam datang mengangkatnya, menjadikannya mulia sejak kecil, dewasa hingga masa tuanya.Tidak terdengar lagi ada bayi wanita yang dibunuh, kehormatannya terjaga dengan balutan baju yang menutupi aurotnya, diberikan hak untuk berpendapat dalam pernikahanya, bahkan diutamakan tiga kali melebihi kaum pria dalam keluarga.Dan sesudah tutup usia didoakan putra-putranya agar mendapat ampunan dari Rabnya. Itulah zaman keemasan Islam, yang setiap muslimah dan mukminah kala itu dapat merasakan perbedaannya, setelah merasa asing dan terasing dari kaumnya.

Zaman begitu cepat bergulir, keadaan pun tidak selalu sama.Keadaan kaum muslimin menjadi lemah -dan Allah lah yang Maha Mengetahui keadaan hambaNya- ini disebabkan jauhnya mereka dari asal kemulian, ketinggian dan kekuatan mereka. Dikoyaklah kesucian mereka oleh umat yang lain, dirampas kehormatan dan hartanya, lebih dari itu musuh Islam mampu membuat kebanyakan muslimah melepaskan mahkota malu dari dirinya, bahkan melepaskan dari agamanya secara keseluruhan, laa haula wa laa quwwata illa billah.

Pada hari ini lebih jelas gambaran keterasingan yang di landa kaum muslimah, ketika muslimah memandang masyarakat sekelilingnya ia dapati seolah-olah ia berada di suatu tempat yang sangat asing, bahkan masyarakat memandang ia datang dari planet lain.

Ditengah-tengah keluarganya pun ia merasa asing, dengan balutan jilbab yang syar’i bapak ibunya tidak berkenan, untuk thalabul ‘ilmi(pergi kajian) dilarangnya, bahkan bertemu dengan teman-temannya yang shalihah pun diawasi. Padahal semuanya dilakukan untuk mendapat ridha Ilahi.

Di rumah suaminya ia merasakan keterasingan diatas keterasingan, tertipu ketika berta’aruf, disangkanya pemuda yang benar-benar meniti jalan kebenaran pada awalnya, namun setelah mengarungi bahtera, terbalik hatinya kemudian meminta istrinya yang mencoba menjadi wanita surga untuk membalik hatinya juga dan melepas hijabnya bahkan menekan dan mengancamnya wa laa haula wa laa quwwata illa billah.

Inilah zaman ghurbah(keterasingan) yang kedua, sebagaimana telah diberitakan oleh kekasih Allah Muhammad shollallahu’alaihi wasallam :

بَدَأَالإِسْلاَمُغَرِيباًثُمَّيَعُودُغَرِيباًكَمَابَدَأَفَطُوبَىلِلْغُرَبَاءِ». قِيلَيَارَسُولَاللَّهِوَمَنِالْغُرَبَاءُقَالَ«الَّذِينَيُصْلِحُونَإِذَافَسَدَالنَّاسُ

“Islam datang dalam keadaan asing lalu akan kembali asing sebagaimana bermula, maka beruntunglah orang yang asing”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang tetap shalihsaat manusia telah rusak.”(HR. Ahmad).

Dalam riwayat yang lain :

أُناَسٌصَالِحُوْنَفِيأُنَاسٍسُوْءٍكَثِيْرٍ،مَنْيَعْصِيْهِمْأَكْثَرُمِمَّنْيُطِيْعُهُمْ

“Orang-orang shalih yang berada di tengah-tengah orang-orang jahat yang banyak, yang mengingkari mereka jumlahnya lebih banyak daripada yang menta’ati mereka.”(HR. Ahmad)

Itulah sifat orang asing yang beruntung, mereka adalah generasi shalih dan menjadikan yang lain ikut shalih, tidak banyak yang mengikuti bahkan yang banyak adalah yang memusuhi, namunmereka selalu bergerak berdakwah kepada manusia mengajak kepada agama yang mulia ini.

Ketahuilah saudariku muslimah, bahwa dunia dan segala perhiasannya akan cepat sirna, kita kan ditanya dihapan Rabbuna segala perkara, baik yang kecil maupun yang besar, telah bersabda Nabi Kita :

لَاطَاعَةَلِمَخْلُوقٍفِيمَعْصِيَةِاللَّهِعَزَّوَجَلَّ

“Tidak ada ketaatan kepada mahkluq dalam bermaksiat kepada Allah ‘azza wajalla.”(HR. ahmad)

Ridha siapakah yang kita cari, manusiakah? sehingga kita rela meninggalkan ajaran agama hanya karena taat kepada mahluk yang berupa masyarakat, keluarga dan suami yang memaksa. Padahal telah diingatkan oleh Rasulullah SAW :

مَنْالْتَمَسَرِضَااللَّهِبِسَخَطِالنَّاسِكَفَاهُاللَّهُمُؤْنَةَالنَّاسِوَمَنْالْتَمَسَرِضَاالنَّاسِبِسَخَطِاللَّهِوَكَلَهُاللَّهُإِلَىالنَّاسِ

“Barangsiapa yang mencari keridhoan Allah sekalipun memperoleh kebencian manusia, Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia dan barangsiapa yang mencari keridhoan manusia dengan mendatangkan kemurkaan dari Allah, maka Allah akan menjadikannya bergantung kepada manusia”.(HR. At Tirmidzi ))

Jagalah keterasingan agamamu, genggamlah ia meski mungkin sepanas bara api rasanya. Janganlah engkau jual agama dan dirimu dengan dunia, ingatlah bahwa dunia adalah penjara bagi mukmin, dan surganya orang-orang kafir.

Allah Ta’ala berfirman :

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”.(QS. Ath Thalaq:2-4)

Ingatlah balasan bagi orang-orang yang asing dari generasi awal yang melihat beliau maupun genersi belakangan yang beriman dan tidak melihat beliau :

طُوبَىلِمَنْرَآنِيوَآمَنَبِيثُمَّطُوبَىثُمَّطُوبَىثُمَّطُوبَىلِمَنْآمَنَبِيوَلَمْيَرَنِيقَالَلَهُرَجُلٌوَمَاطُوبَىقَالَشَجَرَةٌفِيالْجَنَّةِ

“Beruntunglah orang yang melihat dan beriman kepadaku, kemudian beruntunglah, beruntunglah dan beruntunglah orang yang beriman kepadaku dan dia belum pernah melihatku.” Laki-laki tersebut berkata; “Apakah keberuntungan orang tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Sebuah pohon di surga.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).

Semoga Allah selalu meberikan kesabaran dalam menjalankan keta’atan dan kesabaran dalam menghadapi ujian dan tekanan, dan mamasukkan kita kedalam generasi asing yang dimaksud oleh Rasulullah SAW. Amin.


(Taufiq el Hakim, Lc.) ar-risalah

~**~ Membangun Rumah di Jannah ~**~



Menteri Agama Suryadharma Ali pernah melansir sebuah data bahwa pertambahan masjid di Indonesia lebih rendah prosentasenya jika dibanding dengan pertambahan gereja. Sejak tahun 1977 sampai 2004 penambahan Masjid dari 392.044 menjadi 643.834 buah, jadi kenaikannya hanya 64,22 persen. Sementara pertambahan Gereja Kristen, dari 18.977 buah menjadi 43.909 buah atau naik 131,38 persen. Sehingga tidak berlebihan jika Hasyim Muzadi berkata bahwa Indonesia merupakan negara terbanyak gerejanya di Asia.

Ironis memang, penduduk Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim justru perkembangan tempat ibadahnya lambat. Sementara agama Kristen yang minoritas pertumbuhannya justru begitu pesat. Banyak faktor sebenarnya yang melatarbelakangi terjadinya hal ini, diantaranya adalah masalah dana. Sering kita saksikan pembangunan masjid yang akhirnya mandeg di tengah jalan karena tidak mendapatkan perhatian serius dari kaum muslimin. Pernah penulis didatangi dua orang yang mengaku sebagai panitia pendirian masjid yang mengeluhkan dana yang seret. Meski mereka sudah berusaha mencari dana dengan cara door to door (masuk dari rumah ke rumah) tapi tetap saja tidak mencukupi untuk menyelesaikan pembangunan masjid yang telah tertunda bertahun-tahun. Bahkan untuk menggali dana tersebut ada sebagian saudara kita yang rela ‘mengemis’ di dalam bis atau di pinggir jalan raya, karena sudah tidak ada lagi alternatif lain.

Memang tidak semua pembangunan masjid nasibnya seperti itu, ada yang mendapatkan dana yang melimpah hingga terkadang sisa. Maka dalam hal ini perlu ada pemerataan. Yang kebetulan mendapatkan dana melimpah selayaknya menengok daerah-daerah lain yang gersang dalam pendanaan, terutama di daerah minoritas muslim. Ada sebagian kaum muslimin yang harus menempuh perjalanan beberapa kilometer karena tidak ada masjid jami’ yang bisa dipergunakan untuk menunaikan shalat jum’at. Sementara di tempat lain terkadang dalam satu desa ada dua masjid besar yang sama-sama dipergunakan untuk menunaikan shalat jumat.

Keikhlasan yang Diutamakan

Masjid sebenarnya memainkan peran penting dalam kehidupan umat Islam, sehingga perlu mendapatkan perhatian bersama. Karena pentingnya, pertama-tama yang dibangun oleh Rasulullah saw setelah tiba di Madinah -saat beliau hijrah dari Makkah- adalah masjid, yaitu Masjid Quba. Allah SWT juga menjanjikan jannah bagi orang yang membangun masjid. Nabi saw bersabda:

مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى قَالَ بُكَيْرٌ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah -Bukair berkata, ‘Seingatku beliau bersabda, ‘Dengan maksud mencari wajah Allah’-, niscaya Allah membuatkan rumah di surga untuknya.” (HR. Muslim)

Keutamaan tersebut hanya bisa dicapai dengan ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah semata, meskipun masjid yang dibangun itu berukuran kecil. Karena dalam hadits yang lain Nabi SAW bersabda:

“Barangsiapa membangun sebuah masjid karena Allah walau seukuran sarang (kandang) burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di dalam jannah.” (HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi)

Adapun bila seseorang membangun masjid dengan tujuan ingin dipuji oleh manusia atau hanya untuk berbangga-banggaan semata maka ia tidak akan memperoleh keutamaan ini. Dan jika hal ini merajalela di tengah-tengah manusia maka itu salah satu pertanda dekatnya hari kiamat.

Memakmurkan bukan sekedar membangun

Pembangunan masjid atau rehabilitasi yang dirancang oleh masyarakat, rata-rata menghendaki bentuk bangunan yang megah, lengkap dengan ornamen dan arsitektur mewah. Hal ini sudah menjadi tren di kalangan umat Islam. Mereka beralasan bahwa jika bangunan masjid dirancang dengan megah, tentu akan menarik minat kaum muslimin untuk lebih sering dan rajin datang ke masjid. Meskipun kenyataannya tidaklah demikian. Sering kita jumpai sebuah masjid yang begitu megah bangunannya namun sepi pengunjung. Jama’ahnya bisa dihitung dengan jari, terlebih saat shalat shubuh. Hal ini terjadi karena banyak masjid yang dibangun hari ini bukan untuk dimakmurkan. Masjid belum difungsikan secara maksimal. Rata-rata hanya sekedar untuk mengerjakan shalat berjamaah, setelah itu pintu dikunci, gerbang ditutup rapat dan hanya dibuka kembali setelah waktu shalat tiba.

Fungsi masjid sebenarnya bukan hanya untuk menunaikan shalat semata. Jika kita merujuk kepada sejarah perjuangan Rasulullah saw, kita akan melihat betapa masjid itu memiliki peran yang sangat besar dalam menanamkan dan memperkuat akidah, akhlak dan penegakan hukum Islam. Selain itu, masjid juga menjadi sentra pembinaan umat, kebersamaan, dan kepedulian kepada sesama.

Banyak hal yang dapat dilakukan dalam rangka memakmurkan masjid. Selain menjaga dan memelihara kebersihannya, masjid juga bisa dijadikan sebagai sarana meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan shalat, iktikaf, membaca Al Qur’an serta memperbanyak doa dan dzikir di dalamnya.

Masjid juga bisa kita manfaatkan untuk menyampaikan ilmu dan membina umat, bisa melalui khutbah atau mengadakan berbagai kajian keislaman. Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, empat khalifah rasyidah yang menjadi penerus kepemimpinan Rasulullah saw adalah guru, ekonom dan pemimpin umat yang lahir dari masjid. Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hambali adalah empat ulama besar yang lahir dari masjid. Mereka belajar dan mengajar di masjid. Demikian pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Imam Nawawi, dan ulama-ulama besar lainnya.

Yang tidak kalah pentingnya masjid juga bisa dimaksmimalkan fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pengembangan ekonomi umat, yaitu dengan memfungsikannya sebagai sarana pengelolaan zakat, infak, sedekah dan wakaf .

Dari Masjidlah sebenarnya kemuliaan Islam bisa kembali tegak dan berkuasa di muka bumi ini. Asalkan umat Islam bukan hanya sekedar berlomba-lomba membangun masjid namun juga mau memakmurkannya. (abu hanan)


ar-risalah

~**~ Aku Mencintaimu karena Allah ~**~



Suatu ketika seseorang sahabat berada di sisi Nabi SAW lewatlah seorang di hadapannya. Ketika melihatnya ia berkata, “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku mencintainya.” Nabi SAW bertanya kepadanya, “Apakah engkau telah memberitahukannya?” “Belum.” Jawabnya. Beliau bersabda, “Beritahukanlah.” Orang tersebut menyusulnya dan berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.” Orang tersebut membalas dengan ungkapan, “Semoga Allah yang menjadikanmu mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintaiku.” (HR. Abu Dawud, shahih)

Sungguh, kalimat tersebut menggetarkan jiwa dan menyejukkan hati. Betapa tidak, ungkapan tersebut merupakan ekspresi iman yang tulus dan jujur. Bukan ucapan yang didasari keinginan duniawi. Bukan pula basa-basi yang diucapkan sebagai pemanis bibir.

Cinta dan loyalitas merupakan suatu kata indah yang sering diungkapkan banyak orang, namun jarang yang tepat menggunakan atau memahaminya. Saat ini kata tersebut malah identik dengan hal yng berkonotasi nafsu atau syahwat. Inilah akibatnya, jika tsunami media luar masuk ke negeri ini tanpa kontrol. Padahal, cinta dalam Islam merupakan kata-kata yang bermakna tinggi dari semua itu. Dengan cinta seseorang bisa masuk surga atau berakhir dalam neraka. Itu tergantung dari bagaimana dan kepada siapa ia mencintai.

Mengungkapkan perasaan cinta

Mengungkapan perasaan cinta kepada saudara seiman karena Allah merupakan suatu hal yang positif. Rasulullah SAW pernah mengungkapkan kecintaannya kepada sahabat Muadz bin Jabal RA.

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ:”يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ”. فَقَالَ :”أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ”.

Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal RA bahwa Rasulullah SAW meraih tangannya lalu mengatakan, “Wahai Muadz, demi Allah aku mencintaimu!” Lalu beliau bersabda, “Wahai Muadz, aku berpesan kepadamu untuk tidak meninggalkan doa setelah shalat. ‘Allahumma `ainni `ala dzikrika wa husni ibadatika’ (Ya Allah bantulah aku untuk selalu berdzikir, mensyukuri nikmatmu dan beribadah kepadamu dengan baik’.” (HR. Abu Dawud)

Mengungkapkan perasaan cinta karena Allah kepada sesama muslim bisa menjadi penguat ukhuwah atau persaudaraan. Sebab, dalam hubungan sosial selalu ada riak-riak kecil perasaan ghil, jengkel atau iri hati yang muncul karena kesalahpahaman. Ukhuwwah pun menjadi kaku dan dingin. Sehingga saat bertemu, tidak banyak salam dan sapa terucap. Jika dibiarkan, duri-duri tersebut dapat merusak ukhuwwah. Padahal, sebenarnya kekakuan tersebut bisa cair dengan komunikasi yang jujur dan tulus. Karena itulah Rasulullah SAW menganjurkan untuk mengekspresikan perasaan cinta dengan kata-kata.

إِذَا أَحَبَّ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُعْلِمْهُ إِيَّاهُ

“Jika seseorang mencintai saudaranya maka hendaknya ia mengungkapkan kepadanya bahwa ia mencintainya.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Bukhari dalam Adabul Mufrad)

Namun sayangnya sunnah ini semakin jarang dilakukan kaum Muslimin. Bisa jadi karena rasa enggan, malu atau tidak mengetahui efek positifnya. Padahal orang-orang shalih terdahulu mereka juga saling mengungkapkan rasa cinta mereka kepada saudaranya. Suatu ketika Mujahid, seorang ulama besar tabi’in menceritakan, “Aku bertemu dengan salah seorang dari sahabat Rasulullah SAW ia memegang pundakku dari belakang seraya berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu.” Kemudian aku membalasnya dengan mengatakan kepadanya, “Semoga Allah yang membuat engkau mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintai aku.” Lalu sahabat tersebut berkata, “Sekiranya Rasulullah SAW tidak bersabda, “Apabila seseorang mencintai orang lain maka ungkapkanlah kepadanya bahwa ia mencintainya.” Niscahya aku tidak akan mengungkapkannya kepadamu.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, hasan shahih).

Dengan ungkapan rasa cinta seseorang kepada saudaranya maka hubungan ukhuwwah karena Allah ta’ala akan semakin bertambah kuat dan kokoh, sehingga akan mendorong saudaranya untuk juga mencintainya serta mendoakannya dengan tulus. Yang demikian itu tentu juga akan menambah kesempurnaan iman seseorang, karena ikatan cinta karena Allah merupakan simpul ikatan cinta yang paling kuat.

Seseorang akan bersama yang ia cintai

Urusan cinta dan loyalitas bukan hal sederhana. Nasib anda di akherat kelak bergantung kepada bagaimana Anda mengelolanya. Kelak di akhirat, seseorang akan disatukan bersama orang yang ia cintai. Karena itu cintailah orang yang dijamin mendapatkan cinta-Nya. Yaitu, para Nabi, as-shiddiqin, syuhada dan orang-orang shalih.

Dari Anas bin Malik ia menceritakan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, “Wahai Rasulullah kapankah tibanya hari Kiamat? Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari Kiamat?” Orang tersebut berkata, “Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya engkau akan bersama yang engkau cintai.” Demi mendengar sabda Rasulullah tersebut Anas bin Malik berkata, “Tidak ada sesuatu yang menggembirakan kami setelah masuk Islam, melebihi kegembiraan kami terhadap sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya engkau bersama yang engkau cintai.” Lalu Anas berkata, “Aku mencintai Allah dan Rasul-Nya juga Abu Bakar dan Umar dan aku berharap semoga kelak bisa dikumpulkan bersama mereka walaupun tidak bisa beramal dengan amalan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Persaudaraan dalam Islam merupakan sesuatu yang istimewa. Keterkaitan muslim dengan saudaranya bukan karena faktor demografi, bahasa, warna kulit, warna mata atau ras. Melainkan karena keimanan kepada Allah dalam satu akidah. Karena itu derajat dan kedudukan muslim yang berhasil mengukuhkan ukhuwwah tersebut sangat tinggi dan mulia. Para Nabi dan syuhada pun iri kepada mereka.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat suatu golongan manusia yang bukan dari para nabi dan bukan pula syuhada, akan tetapi para nabi dan syuhada iri dengan kedudukan mereka disisi Allah pada hari Kiamat.” Para sahabat berkata, “Beritahukanlah kepada kami siapa mereka wahai Rasulullah?” Lalu Rasulullah menjelaskan, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai karena Allah bukan karena ikatan kekerabatan diantara mereka dan bukan pula karena faktor harta yang mereka harapkan, demi Allah sesungguhnya pada wajah-wajah mereka terdapat cahaya dan mereka berada diatas cahaya, mereka tidak merasa khawatir ketika manusia khawatir, dan tidak pula bersedih hati ketika manusia bersedih hati, lalu beliau membaca firman Allah, “Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran pada diri mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62) (HR. Abu Dawud, shahih)

Sebuah renungan bagi kaum muslimin

Namun, kita perhatikan fenomena akhir-akhir ini amat menghkawatirkan. Betapa banyak kaum muslimin yang menempatan cinta dan loyalitasnya mereka kepada orang-orang kafir, para artis, para pelaku maksiat yang jauh dari Islam. Disadari maupun tidak ‘musibah’ ini menjadi suatu fenomena yang dianggap biasa. Sehingga banyak kaum muslimin yang mengikuti tradisi orang kafir, merayakan hari raya dan mengkiblat gaya hidup mereka.

Sebaliknya, orang-orang yang seharusnya mereka cintai justru ditinggalkan. Padahal, tidak ada teladan yang lebih baik dari pada Rasulullah SAW, para ulama dan orang-orang shalih. Berawal dari kesalahan memilih idola akan berujung kepada salah memilih saudara. Bisa jadi mengapa hari ini banyak orang muslim acuh terhadap penderitaan saudaranya karena menganggap mereka ‘orang lain’, bukan bagian dari satu tubuh. Mengapa demikian? Karena orang yang dianggap saudara adalah orang yang memiliki idola dan life style yang sama.

Hari ini, kita sangat mendambakan hadirnya ukhuwwah Islamiyah, kesatuan atas dasar Islam. Kita merindukan masyarakat muslim yang mencintai saudara seimannya. Cinta yang tulus dan jujur, yang terwujud dengan senantiasa saling mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran. Tawashaw bil haq wa tawashaw bis shabr. Hari ini, kita masih mengangan-angankan hadirnya saudara seiman yang mengatakan, “Aku mencintaimu karena Allah.” Sehingga kita bisa membalas ungkapan mereka dengan doa, “Semoga Allah yang menjadikan engkau mencintaiku juga mencintaimu sebagaimana engkau mencintai aku.” Sungguh, ungkapan penyejuk jiwa yang tulus tersebut masih kita tunggu hingga hari ini.

“Ya Allah sesungguhnya kami memohon kecintaan kepada-Mu, mencintai orang-orang yang Engkau cintai dan mencintai amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri pada cinta-Mu dan jadikanlah kecintaan kami kepada-Mu melebihi kecintaan kami pada diri kami, keluarga kami, dan air dingin yang segar.”


ar-risalah

~**~ Bumi yang Mulai Rapuh ~**~



Tanah itu amblas begitu saja membentuk lubang berdiameter 10 meter dengan kedalaman lebih dari 5 meter. Lubang menganga itu berada di tengah jalan besar di daerah Sleman, Yogyakarta (ahad, 12 Desember 2010).

Kejadian serupa terjadi di Guatemala City, Rep. Guatemala. Fenomena tanah amblas muncul di tengah kota dan menelan sebuah gedung berlantai tiga. Meski tak dilaporkan adanya korban, lubang raksasa berdiameter 20 meter dengan kedalaman 30 meter ini membuat penduduk kota shock. Fenomena semisal muncul secara berturut-turut di China sebanyak lebih dari 5 kali. Bahkan, lubang-lubang tersebut amblas pada saat ada mobil yang lewat di atasnya..

Jika anda melacak di internet, fenomena tanah amblas seperti itu ternyata muncul di berbagai Negara dan akhir-akhir ini frekuensinya semakin sering. Orang-orang menamakannya sinkhole (tanah amblas). Mengenai faktor alami yang menjadi penyebabnya, sebagian dapat ditemukan sedang yang lain masih masih belum terungkap. Rata-rata, sinkhole ditengarai merupakan dampak dari runtuhnya bantalan bebatuan di atas aliran air di bawah tanah. Fenomena ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja.

Sekedar Fenomena Alam ataukah…?

Selalu ada penjelasan rasional dari semua fenomena alam yang muncul. Baik dengan teori menurut disiplin ilmu tertentu atau sekadar dugaan yang dirasionalkan. Gunung meletus, gempa, tsunami dan lain sebagainya, juga fenomena sinkhole ini. Karenanya, sebagian orang berpendapat, fenomena seperti ini tidak perlu dikait-kaitkan dengan agama atau hal-hal metafisik; adzab atau tanda kiamat. Semua ini hanya fenomena alam yang lumrah dan rasional.

Memang, pendapat seperti ini sedikit ada benarnya. Selalu mengaitkan fenomena alam dengan hal-hal metafisik, khususnya tanda kiamat, tidak selalunya dapat dibenarkan. Hanya saja, itu berlaku jika tidak ada nash syar’i yang menjelaskan tentang hal tersebut. Tapi jika memang ada nash yang mensinyalir, maka menafikan sama sekali benang merah antara keduanya juga bukan hal yang benar. Walaupun untuk memastikan bahwa fenomena itulah yang dimaksud dalam nash, juga memerlukan kajian yang mendalam.

Nah, menyangkut fenomena sinkhole, ada sebuah hadits yang mensinyalir munculnya fenomena seperti ini dan menyebutnya sebagai salah satu tanda kiamat. Disebutkan dalam riwayat Aisyah, di akhir zaman nanti akan ada fenomena al-khasaf atau tanah amblas. Fenomena alam yang dulu Allah jadikan sebagai adzab bagi Qarun dan hartanya.

Dari Ibunda Aisyah berkata bahwa Nabi bersabda, “Manusia terakhir dari umat ini akan mengalami kejadian al-maskh (pengubahan rupa), al khasaf (tanah amblas) dan qadzaf (lemparan). Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami binasa padahal di tengah kami ada orang-orang shalih?” Rasulullah menjawab, “Ya. Jika perbuatan keji merajalela.” (HR. at Tirmidzi, dishahihkan Imam al Albani dalam as Silsilah ash Shahihah).

Di dalam riwayat lain disebutkan, “Umat ini akan mengalami peristiwa al maskh, al khasaf dan qadzaf.” Seorang lelaki bertanya, “ Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?” Rasulullah bersabda, “ Jika biduanita dan alat-alat musik sudah bertebaran.” (HR. at Tirmidzi, akan tetapi sanadnya mursal).

Melalui kacamata iman, kita melihat alam ini tidaklah berjalan sesuai instingnya. Ada yang menguasai, mengatur dan memunculkan segala bentuk fenomena alam yang terjadi. Dialah Allah Rabb semesta alam. Sabda Nabi di atas menjadi bahan peringatan bagi manusia bahwa perbuatan keji akan mendatangkan bencana. Dan al khasaf adalah salah satunya.

Meskipun hadits kedua diatas mursal (ada keterputusan dalam sanad), tapi secara makna tidaklah bertentangan dengan hadits dari Aisyah. Biduanita dan alat musik dapat menjadi sampan yang mengantarkan seseorang pada perbuatan keji. Sudah berulangkali diberitakan, setelah menonton konser dangdut yang hampir pasti berisi tarian mesum, seseorang lalu berzina atau bahkan memperkosa.

Dunia Mulai Rapuh

Fenomena ini seperti mengungkapkan bahwa bumi seakan sudah tak kuasa lagi menanggung beban dosa manusia. Beban kesaksiannya serasa kian berat hingga tanah-tanah penopangnya mulai rapuh dan akhirnya runtuh. Manusia, kian hari kian bertambah jumlahnya dengan kualitas keislaman yang kian memburuk.

Sebenarnya fenomena ini adalah peringatan dari yang kuasa. Tapi malangya, kebanyakan manusia hanya mengetahui dan melihat fenomena kauniyahnya saja. Sedang ayat-ayat syariyah yang membicarakan hal itu, sangat sedikit dari mereka yang tahu. padahal ayat kauniyah dan syariyah ibarat dua rel yang harus diposisikan berjajar berimbang. Maka wajar saja jika kemudian, kebanyakan orang hanya menganggap hal itu sebagai fenomena yang lumrah. Langkah yang ditempuh pun sebatas langkah-langkah yang kauniyah sesuai logika; memperkuat bangunan, membangun gedung anti gempa, memasang alat pendeteksi bencana dan sebagainya. Padahal menghadapi alam, langkah-langkah itu tak akan banyak berarti. Karena pokok masalahnya, hakikatnya bukan pada alamnya, tapi manusia yang diberi amanah untuk mengelola alam oleh Yang Maha Kuasa.

Akhirnya, kita hanya bisa berharap agar dijauhkan dari keburukan akhir zaman. Terlindungi dari musibah raga lebih-lebih musibah jiwa. Tetap merengkuh cahaya iman, hingga nyawa lepas dari badan. Amin.


(Abu Abdillah R) ar-risalah

~**~ Makna Lain Musibah ~**~



Suatu saat, RasulullahSAW duduk dikelilingi oleh beberapa sahabat.Datang seorang sahabat anshar, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang mu’min yang paling utama?” Beliau menjawab, ”Yang paling bagus akhlaknya” Sahabat tadi melanjutkan pertanyaannya, “kalau orang muslim yang paling cerdas?” Nabi menjawab, “Yang paling banyak mengingat mati, dan yang paling baik baik persiapannya untuk menghadapi sesudah mati, merekalah muslim yang paling cerdas”.(Ditakhrij oleh Imam Ibnu Majah dan Imam Malik).

Sepenggal dialog indah sarat makna antara junjungan kita dengan para sahabatnya tatkala itu. Kini, ketika tuntunan syariat telah selesai diundangkan dan wahyu telah terputus, kita memerlukan kecerdasan iman untuk memberi makna hamparan ayat-ayat kauniyah yang Allah pertunjukkan kepada kita bertubi dan susul-menyusul, agar tak berlalu tanpa arti.

Biarlah misteri kehidupan tersingkap nanti pada hari disingkapkannya tabir segala sesuatu. Kita tidak perlu berdebat tentang taqdir yang menimpa Mbah Maridjan, toh nanti beliau juga akan ditanya sebab yang dipilihnya sehingga berlaku taqdir baginya. Dari situ akan jelas apakah pilihan itu pahala buatnya, atau beban baginya.

Gambaran tak Sebanding
Jika ziarah kubur dapat melembutkan hati dan mengingat maut, maka lelehan bubur bebatuan membara yang keluar dari kepundan gunung semestinya dapat mengingatkan hamba yang beriman kepada ahwalu ahlin-naar, keadaan penduduk neraka. Betapa tidak, tungku magma itu terus menanak batu hingga meleleh, dengan derajat panas tak terukur. Jika asapnya saja mencapai 600 derajat Celcius, apalah lagi di pusat tanur peleburan. Padahal RasulullahSAW bersabda,

نَارُكُمْهَذِهِالَّتِيتُوقِدُونَجُزْءٌمِنْسَبْعِينَجُزْءًامِنْجَهَنَّمَ.قَالُوا:وَاَللَّهِإنْكَانَتْنَارُنَالَكِفَايَةًيَارَسُولَاللَّهِ.قَالَ: فَإِنَّهَافُضِّلَتْعَلَيْهَابِتِسْعَةٍوَسِتِّينَجُزْءًاكُلُّهُنَّمِثْلُحَرِّهَا.

“Api yang kalian nyalakan, sepertujuh puluh dari Jahanam”. [Para sahabat] berkata, “Demi Allah! sesungguhnya api kami sudah cukup panasnya wahai Rasulullah!” Beliau bersabda, “Sesungguhnya api itu akan dilipatkan-gandakan 69 kali, setiap bagian sebanding panasnya dengan [panasnya api kalian]“. (HR. Muslim).

Pantaslah sekiranya Malaikat Mikail tidak pernah tersenyum lagi. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa RasulullahSAW bertanya kepada Jibril mengapa beliau tidak pernah melihat malaikat Mikail tersenyum. Malaikat Jibril menjawab bahwa malaikat Mikail tidak pernah lagi tersenyum sejak neraka Jahanam diciptakan.

Bukankah Allah telah memberitakan dalam beberapa ayat-Nya bahwa bahan bakar neraka adalah manusia dan batu? Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyala apinya, begitu firman-Nya dalam al-Furqan: 12. Sungguh menakjubkan, ketika gemuruh suara gunung yang menanak bebatuan sambil menumpahkan lelehan lava pijar itu terdengar hingga radius 20 km.

Dulu, sewaktu kecil, kala informasi perbandingan panas neraka disampaikan oleh para ustadz di surau, yang terbayang ketika itu panasnya api di tungku dapur atau air mendidih, lalu dilipatkan 69 kali. Kini, uap yang dihembuskan dari tungku alami dalam perut bumi itu mencapai 600 derajat Celcius, menurut ilmu pengetahuan yang dicapai oleh manusia. Tak ada kehidupan yang dapat bertahan pada suhu itu. Pohon-pohon yang dilalui hembusannya tetap berdiri, yang bersujud juga tetap bersujud, tetapi sejatinya telah berubah menjadi arang.

Tetapi tidak! Api yang telah digandakan panasnya itu di akherat tidak membunuh, karena kematian telah disembelih disaksikan oleh penduduk jannah dan penghuni neraka. Ya,…kematian telah mati, yang ada tinggal khuluud,keabadian. Keadaan manusia yang tersiksa di dalamnya, laa yamuutu fiihaa wa laa yahyaa, tidak hidup dan tidak pula mati.Mari kita simak firman-Nya,

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 56).

Bukankah ilmu kedokteran modern telah pula menemukan bahwa syaraf perasa manusia mayoritas ada di permukaan kulit? Sungguh, Maha Benar Allah yang menginformasikan bahwa setiap kali kulit penghuni neraka hangus, digantikan dengan kulit yang baru. Karena neraka tempat manusia terhukum, maka penggantian itu li yadzuuqu al-’adzaab, supaya mereka merasakan siksaan. Wal-’iyadzu billah.

Pernahkah pembaca terkena sulutan api atau tersenggol knalpot panas sehingga kulit melepuh, mengelupas dan terjadi pergantian kulit. Kulit muda yang menggantikan kulit yang mengelupas itu jauh lebih sensitif sehingga lebih merasakan sakit. Maka ayat di atas sekaligus membungkam klaim para penentang yang lancang mengatakan, Ah,..nanti kalau sudah lama di neraka, lama-lama ya kebal, panas tidak akan terasa lagi!Mereka memang tidak pernah mengenal dan meyakini berita dari Nabi, Maa laa ‘aynun roat, wa laa udzunun sami’at, wa laa khothoro ‘alaa qolbi basyar, nikmatnya jannah dan pedihnya neraka tak pernah terlihat mata sebelumnya, tak pernah terdengar telinga dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.

Namun semua itu tergantung bagaimana manusia membangun persepsi. Ketika manusia hanya percaya kepada materi, tidak percaya kepada pembalasan sesudah mati, atau keyakinannya terhadap kehidupan setelah kematian tidak dibangun di atas informasi yang benar yang dibawa oleh para utusan Allah, mereka tak akan mampu memaknai tayangan ayat kauniyah yang tampil silih berganti.

Khatimah
Ahlud-Dunya
, melihat lelehan lava pijar yang meluncur deras itu tak lebih sebagai pemandangan indah yang dianggap sebagai tujuan wisata. Mereka sibuk mengabadikannya, sementara makna hakiki yang sejati untuk apa ayat kauniyah itu diutus, tak pernah terlintas dalam qalbu.

Kita berlindung kepada Allah SWT dari musibah kekerasan hati seperti di atas. Jika ayat kauniy yang mengandung pesan penting tersebut tak menjadikan kita tunduk dan khusyuk mengingat Allah SWT, takut kemurkaan dan siksa-Nya, sebaiknya kita memohon kepada Allah SWTagar diberi ganti hati yang lain yang lebih baik.


ar-risalah

~**~ Siksa yang Tak Dikira ~**~



A
mal kebaikan sekecil apapun selalu ada balasannya di sisi Allah. Kadang balasan tersebut sudah terlihat di dunia, sebelum dibayar tunai di akherat kelak. Ini dinamakan “A’jilu busyra mukmin”ataukabar baik bagi orang mukmin bahwa di akherat akan memperoleh ridha Allah.Tanda-tanda tersebut misalnya, di dunia ini disukai oleh orang mukmin, hidupnya penuh kemudahan atau mendapat berkah. Seperti itu pula amal keburukan yang akan diganjar dengan balasan setimpal. Malaikat mencatatnya sangat rapi dan detail. Tidak ada satupun kesalahan yang tercecer. Kelak, setiap detail dosa atau kejahatan tersebut diminta pertanggungjawaban. Terutama kejahatan kepada sesama manusia. Urusannya bisa sangat panjang dan menakutkan.

Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. al-Zalzalah: 7-8)

Sayangnya, rasa takut terhadap dosa tak muncul saat kesempatan untuk melakukannya terbuka. Akibatnya, manusia sering melanggar perintah-Nya dan justru menuruti hawa nafsu. Tapi, kita patut bersyukur karena Allah masih memberi manusia peluang membersihkan kesalahan-kesalahannya. Menurut Ibnu Taimiyah ada beberapa faktor yang dapat membersih atau mengurangi dosa, yaitu: tobat nasuha, istighfar, amal kebaikan penghapus dosa, didoakan oleh orang lain, memiliki sedekah jariyah, hinggamerasakanmusibah dan rasa sakit kala di dunia. Semua itu bermanfaat di akherat kelak.

Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda,

مَا يَزَالُ البَلاَءُ بِالمُؤْمِنِ وَالمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Ujian senantiasa menimpa orang mukmin, baik lelaki maupun wanita dalam dirinya, anak dan hartanya. Hingga ia menghadap Allah dan tidak membawa kesalahan.” (HR. Tirmidzi)

Lalu, bagaimana jika timbunan dosa tak dapat disapu oleh amal shalih hingga tuntas? Bagaimana pula nasib orang kafir yang amal shalihnyatidak diterima? Pastinya, ia harus bersiap-siap menghadapi ahwalu qiyamah atau bencana hari kiamat. Pada saat itu, hisab atau persidangan digelar untuk mempertanggungjawabkan atas apa yang sudah dikerjakan.Lalu ditegakkan qishas dan pemberian balasan kebaikan dan kejahatan. Bahkan, sidang tersebut tak hanya untuk manusia, melaikan seluruh mahluk.

Abdullah bin Amru bin Ash RDL mengatakan bahwa, pada hari kiamat bumi membentang rata. Semua binatang dikumpulkan, baik ternak, ataupun binatang buas. Lalu diberlakukan qishas pada binatang, sampai terjadi domba tanpa tanduk membalas dendam kepada domba yang menanduknya. Setelah selesai binatang tersebut ditakdirkanmenjadi tanah. Orang kafir yang menyaksikan kejadian itu lantas berkata, ‘Duh, seandainya aku juga menjadi tanah’. Ia berharap urusannya terhenti saat itu juga tanpa harus menjalani hukuman neraka.

Orang kafir dan ahlu maksiat pada hari itu menyesal sedalam-dalamnya. Manusia yang tidak mau sujud untuk shalat atau bersujud dalam istighar, tak dapat bersujud.Padahal sujud pada saat itu sangat menentukan dimana ia akan berada selanjutnya. Diriwayatkan bahwa pada hari kiamat Allah menampakkan betisnya, semua manusia bersujud, kecuali orang kafir. Tulang belakang mereka tiba-tiba merekat dan menjadi lurus sehingga tak mungkin digunakan untuk membungkuk. Sayang sekali, mereka gagal membuktikan diri sebagai ahlu jannah. Allah berfirman yang artinya, “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa.”(QS. al-Qalam: 42)

Disamping enggan bersujud mereka juga menutup matahatinya, enggan melihat ayat-ayat Allah. Pada hari kiamat mereka dibangkitkan dalam keadaan buta secara fisik.Hukuman itu sama seperti kondisi mereka sewaktu di dunia.

Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (QS. Thaha: 124-126)

Menurut Ibnu Katsir, saat mereka mengeluhkan kebutaannya dikatakan kepada mereka. Karena kamu mengabaikan ayat-ayat Allah. Kalian melupakan peringatan itu. Padahal peringatan itu telah sampai kepada kalian. Sekarang, kalian diabaikan sebagaimana yang dulu telah kalian lakukan.

Bagi ahlu maksiat, persidangan hari kiamat akan terasa berat.Catatan amalnya diberikan dari arah kiri atau belakang. Ia membaca sendiri satu persatu dan membenarkannya.Mulut tak dapat berdusta, karena seluruh anggota tubuhnya menjadi saksi. Bumi yang dipijakpun berkata jujur. Mereka tidak mengira bahwa amal mereka tercatat sedemikian detail. Allah menggambarkan mereka:

Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.” (QS. al-Kahfi: 49)

Hal-hal tersebutdi atas adalah berita al-quran yang pasti benar. Jadi, jika Allah menghukum manusia tidak berarti bahwa dia dzalim. Karena, peringatan sudah dikumandangkan jauh sebelumnya. Allah maha adil, memberi manusia pilihan dua pilihan. Memberi ilham kepada hati jalan ketakwaan dan jalan kedurhakaan (fujur). Tujuan akhir yang dicapai setiap manusia tentu sesuai dengan pilihannya. Mumpung hari persidangan masih jauh, masih banyak kesempatan memperbaiki diri agar layak digolongkan dengan ashabul maymanah. Seharusnya kita selalu terlecut saat mendengar peringatan Allah yang artinya:

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281)

Wallahu A’lam bis Shawab.


ar-risalah

~**~ Petaka di Balik Karunia ~**~




Melihat bencana merapi maupun tsunami, banyak yang menyimpulkan bahwa semua itu akibat dosa manusia. Ada pula yang mengatakan, itu karena dosa pemerintah yang dipenuhi pejabat korup. Kesimpulan semacam itu tidak salah karena umat terdahulu terkena bencana juga karena dosa. Tapi pertanyaannya, kalau memang bencana itu karena dosa oknum pejabat, lantas mengapa bukan mereka yang diadzab? Mengapa bencananya justru di Merapi dan mentawai yang sekian ratus kilo dari mereka?

Pertanyaan serupa juga akan muncul kalau kita melihat kehidupan orang-orang kafir. Kalau memang dosa mengundang bencana, mengapa orang-orang kafir justru tampak makin sukses dan sejahtera? Bukankah dengan segala kekufuran dan kemaksiatan yang mereka lakukan, mereka jauh lebih layak tertimpa bencana dibanding warga lereng merapi yang sebagian besar muslim?

Atau saat melihat para pengusaha yang makin cemerlang karir dan usahanya, padahal shalat, shaum dan membaca al Quran tak pernah ada dalam agenda harian mereka? atau para pelopor liberlisme yang merusak Islam luar dalam, mengapa mereka justru semakin terkenal dan dikagumi dimana-mana?

Kalau kita masih bingung dengan jawabannya, barangkali kita lupa atau lalai bahwa plot kehidupan manusia tidak selalunya persis seperti alur dalam kisah umat terdahulu; ‘Ad, Tsamud, Sodom, atau Ashabul Aikah. Berdosa, diperingatkan, membangkang lalu diadzab dan habis semuanya.

Dosa pasti ada balasannya, kecuali rahmat dan ampunan Allah menghapusnya. Tapi tidak semua dosa dibayar kontan seketika. Ada sebuah skenario dan makar dari Allah yang justru membiarkan para pendosa makin tenggelam dalam dosanya. Seperti balon yang terus ditiup agar semakin menggelembung lalu pecah dengan dahsyatnya. Itulah istidraj. Sebuah makar yang Allah timpakan atas hamba yang berpaling dari peringatan dengan cara membiarkannya berbuat dosa semaunya, memberi tenggat umur, membukakan pintu-pintu kenikmatan dunia berupa kesuksesan, limpahan rezeki bahkan diberikan tabir penutup atas kedurhakaanya. Sebuah makar yang secara perlahan tapi pasti, menyeret si pendosa menuju siksa yang melebihi segala rasa sakit yang ada di dunia.

Sebuah makar yang benar-benar mengerikan. Allah memberi petunjuk kepada siapapun yang dikehendaki, dan membiarkan sesat siapapun yang dikehendaki. Sedang orang-orang yang dibuai dengan istidraj, seakan-akanAllah memang tidak menghendaki mereka mendapat petunjuk.Bukankah rasa sayang anda akan membuat tangan menjewer telinga jika si kecil nekat melakukan tindakan berbahaya? bukan membiarkannya hingga si kecil pun celaka?

Adakah kita termasuk di dalamnya?

Untuk mengetahuinya, mudah saja. Kita simak riwayat shahih berikut ini:

DariUqbah bin amir, Rasulullah bersabda,

“إِذَارَأَيْتَاللَّهَتَعَالىيُعْطِيالْعَبْدَمِنَالدُّنْيَامَايُحِبُّوَهُوَمُقِيمٌعَلَىمَعَاصِيهِفَإِنَّمَاذَلِكَمِنْهُاسْتِدْرَاجٌ”،ثُمَّتَلاَرَسُولُاللَّهِصَلَّىاللَّهُعَلَيْهِوَسَلَّمَ: فَلَمَّانَسُوامَاذُكِّرُوابِهِفَتَحْنَاعَلَيْهِمْأَبْوَابَكُلِّشَيْءٍحَتَّىإِذَافَرِحُوابِمَاأُوتُواأَخَذْنَاهُمْبَغْتَةًفَإِذَاهُمْمُبْلِسُونَ

“Jika kamu melihat Allah terus saja memberi seorang hamba berbagai kenikmatan dunia yang disukainya, sedang hamba itu senantiasa bermaksiat kepada-Nya, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya semua itu adalah istidraj dari Allah. Lalu Rasulullah membaca ayat:Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. Al An’am:44)

Ciri-ciri mustadrijin atau orang yang terjebak dalam istidraj adalah ketika nikmat terus saja menghujani, padahal maksiat tak pernah absen saban hari. “Kami kucuri mereka dengan nikmat dan kami buat mereka lupa bersyukur.” Kata Sufyan ats Tsauri. “Setiap kali melakukan kedurhakaan, kami tambah nikmat atas mereka dan kami lupakan mereka dari istighfar.” Kata Abu Rawaq.

Nikmat yang melimpah di atas dosa yang menggunung, akan menjadikan vonis di akhirat semakin berat. Sedang tenggang umur yang diberikan hanya akan memperpanjang daftar tuntutan dan mempersempit celah pembelaan.Wal iyadzub billah, semoga kita tidak termasuk di dalamnya.

Banyak yang terjebak

Meskipun al Quran dan sabda Rasul telah memberitahukan makar inidengan sangat jelas, tapi tetap saja banyak manusia yang terjebak. Sebab, kebanyakan manusia menganggap bahwa karunia dan nikmat duniawi adalah kemuliaan dari Allah, sedang ketiadaannya adalah petaka dan murka dari-Nya. Persis seperti yang digambarkan dalam ayat berikut:

Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata:”Rabbku telah memuliakanku”. (QS. 89:15)

Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata:”Rabbku menghinakanku”. (QS. 89:16)

Karenanya, meskipun bermaksiat, banyak yang menyangka Allah sangat menyayanginya dengan pertanda nikmat dan karunia yang tiada putusnya. Memang, berbaik sangka pada Allah itu harus. Tapi jika kita merasa masih jauh dari sebutan hamba bertakwa, maka terhadap limpahan nikmat, selain bersyukur kita juga harus waspada. Jangan sampai terlena karena makar istidraj datang dari arah yang tidak disangka-sangka.Ulama berkata, “Setiap nikmat yang tidak membuat kita semakin dekat dengan Allah, sejatinya adalah siksa, dan segala anugerah yang memalingkan kita dari Allah hakikatnya adalah bencana.”

Al Hasan al Bashri berkata, “Orang mukmin melakukan kebaikan sembari berharap-harap cemas, sedang pendosa melakukan kedurhakaan dan merasa dirinya aman.”

Allah SWT berfirman,

“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (al-Qur’an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (QS. 68:44-45)

Wallahua’lam.


oleh taufik , Ar-risalah

Kamis, 03 November 2011

~**~ Wanita Dalam Keindahan Sebuah Kesetiaan ~**~


Kesetiaan adalah sebuah karya seni dari batin manusia yang dapat sangat membahagiakan manusia yang lain. Harganya tidak tertera dalam hitungan rupiah. Dan kesetiaan itulah yang teramat sangat langka untuk kita jumpai sekarang ini.

Kesetiaan tidak hanya berlaku hanya kepada hubungan suami dan istri, namun pada semua hubungan hati manusia lengkap dengan kepentingan mereka.

Tanyalah pada setiap batin manusia, betapa mereka pasti akan membutuhkan seseorang yang dapat dengan tulus memberikan kesetiaan kepada diri mereka.

Tapi mengapa disisi lain, ketika manusia ditempatkan pada posisi dimana dia harus memenuhi kepercayaan orang lain, atau dengan kata lain demi membahagiakan diri orang lain, seringkali manusia terjebak pada godaan main api tentang bagaimana menyalahi kesetiaan tersebut. Begitulah, bagaimanapun ceritanya, setan tak akan pernah henti membuat manusia berdosa.

Maka dari itu, dari pada kita sendiri sibuk menuntut orang lain untuk selalu memegang amanah serta kepercayaan yang kita berikan kepadanya, maka mengapa kita tidak lebih baik mewujudkan diri kita sendiri sebagai hadiah terindah yang membahagiakan mereka. Sebuah pelatihan yang baik yang akan memberikan kenyataan praktek yang indah dalam kesetiaan, adalah apabila diri kita sendiri secara sadar mengerti tentang indahnya sebuah kesetiaan.

Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh pribadi yang mulia, karena kesetiaan itu mencerminkan pribadinya yang begitu luas menerima segala kelebihan dan kekurangan orang lain. Jiwanya yang luas menuntunnya tersenyum dan tetap berpikir positif tentang segala apa yang telah Allah gariskan kepadanya.

Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh pribadi dengan jiwa yang kuat. Lihatlah betapa anggun tentang caranya bertahan menghadapi segala apa yang disuguhkan kepadanya. Dan sudah lumrah bila manusia dilengkapi rasa bosan, namun sebuah pelajaran tentang kesetiaan, telah mengajarkan manusia yang dilengkapi atau melengkapi batinnya dengan hal tersebut, untuk berubah menjadi ajaib dimana dengan caranya yang elegan, akan di ubahnya rasa bosan menjadi hal yang menyenangkan.

Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh jiwa yang indah. Betapa sangat sulit ketika seseorang ditetapkan pada keadaan dimana dia harus tetap pada sebuah kesetiaan yang terkelilingi oleh keadaan yang serba berkhianat. Memang pahit pada awalnya karena dengan hal ini, dia `terpaksa` untuk pelatihan mengindahkan jiwa dan kalbunya sendiri, demi tetap pada kesetiaan.

Menjadi setia adalah memberi kedamaian kepada siapapun yang kita setia kepadanya. Menjadi setia adalah tetap menyenangkan kepada siapapun yang kita setia kepadanya. Menjadi setia adalah sebuah karunia tak terhingga bagi siapapun yang dikehendaki Allah untuk memilikinya.

Maka milikilah hak paten dari sebuah kesetiaan, yaitu dengan menjadi setia hamba Allah yang tetap lurus, atau berusaha agar selalu tetap lurus dalam keadaan apapun. Adakah yang lebih indah dari sebuah perangai dan tingkah laku seorang hamba yang hatinya tunduk patuh serta mengabdi kepada Robbnya?. Jatuh bangun adalah sesuatu yang pasti dalam sebuah mentraining diri menjadi setia, tapi yang pasti pula, bahwa sebuah perjuangan pastilah ada akhirnya, dan semoga akhir dari pribadi yang sungguh setia adalah beroleh dengan Surga. Insyaallah.

(Syahidah/Voa-Islam.com)

~**~ Saudariku, Jangan Koyak Anggun Hijabmu !!! ~**~


Yulianna PS
Penulis Kumcer Hidayah Pelipur Cinta

Salut, kagum, senang, dan rasa bahagia lainnya ketika mendapat kejutan yang menyejukkan batin. Seorang kawan yang dulu tomboy dan punya karakter suka bicara ceplas-ceplos, kini telah berubah penampilan dan tabiatnya.

Tanpa sengaja bertemu dalam sebuah majelis, saya tidak dapat mengenalinya jika tidak disapa lebih dulu. Wajahnya kini semakin manis, pakaiannya anggun menenteramkan kalbu, gaya bicaranya sopan, halus dan santun. Saya terkagum dengan perubahan dirinya, Subhanallah, ia kini telah menutup aurat, menjaga dirinya dari korban budak mode, membungkus tubuhnya sebagai bentuk ketakwaan pada Allah dan Rasul-Nya.

Di satu sisi lagi, saya dikejutkan oleh pemandangan yang membuat mata saya panas, memerah dan pahit. Kerongkongan saya tersekat. Seorang sahabat yang dulunya anggun dalam balutan hijab, kini telah melanjangi kehormatannya. Kepala dan tubuhnya menjadi tak bernilai karena hijabnya telah dia lepas, terkoyaklah iman dan izzahnya. Astaghfirullah.

Dulu ketika lajang ia merupakan gadis yang cantik, cerdas dan menyenangkan. Namun pernikahan telah merobek iman yang dulu tersemat anggun dalam kuncup hatinya. Ia kini tampil penuh percaya diri dengan busana seksi layaknya wanita jahiliyah, lepas sudah hijabnya, robek dan jatuh kehormatannya sebagai wanita salehah.

Pemandangan nyata yang kontras, yang memiliki renungan dan hikmah. Maha benar apa yang Allah firmankan dalam Al-Qur'an:

“Barangsiapa yang Allah kehendahu kki akan memberinya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya (memeluk agama) islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikannya dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki gunung…..” (Al-An’am 125).

“Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk pada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” (Al-Qashash 56).

Betapa mahalnya sebuah hidayah. Mempertahankan keistiqamahan hidayah membutuhkan perjuangan yang panjang dan menguras airmata. Begitu pula bagi muslimah yang telah berkomitmen menjadikan islam sebagai jalan hidupnya. Hendaknya memasukinya secara kaffah dan sungguh-sungguh. Sesungguhnya gemerlap duniawi yang membuat wanita menanggalkan hijab merupakan godaan musuh-musuh islam yang menginginkan muslimah itu hancur, selanjutnya jika muslimah sudah hancur dan terenggut imannya, sangat berpotensi menular pada orang sekitarnya.

Wanita yang menanggalkan hijab setelah Allah meneteskan sepercik hidayah, tempatnya adalah neraka, dan tidak layak berharap akan surga, karena dalam hadits shahih muslim Rasulullah telah mengabarkan, wanita yang berpakaian tapi telanjang tidak akan mencium bau surga. Sedangkan di dunia, akan menjadi bahan tertawaan musuh-musuh islam yang gigih melunturkan iman muslimah melalui topeng fashion. Renungan bagi muslimah, relakah anda dijadikan korban mode oleh orang-orang yang menginginkan agama anda hancur?

Sudah selayaknya kita sebagai wanita muslimah melepaskan belenggu perbudakan modern yang tersembunyi dibalik fashion. Sudah sepantasnya pula kita memerdekakan diri dari penjajahan mode yang memancing wanita berlomba-lomba tampil cantik secara lahiriyah, tetapi lupa untuk mempercantik batiniyah.

[voa-islam.com]