Selasa, 06 Desember 2011

~**~ Hukuman Bagi yang Berpaling ~**~






Pernahkah pembaca mendapati orang yang meraih kesuksesan dunia,tapihidup tidak bahagia?Bergelimang materi, tetapi tidak mampu menutupi pancaran duka karena gagal meraih kebahagiaan. Sungguh, saya berharap pembaca tidak termasuk dalam tipe ini.

Benar!Rona wajah yang kusut dan tanpa sinar kebahagiaan tak dapat disepuh dengan make up, tidak pula dapat dipoles lewat kursus penampilan. Meski, wajah tersebut dapat dibuat indah menawan di mata umumnya manusia, namun tak dapat mengelabuhi hamba Allah yang memiliki bashirah, mata hati.

Mata hati dapat dengan mudah mengenali makhluk Allah yang berusaha menyembunyikan kegagalan hidup dibalik penampilanglamour. Dapat pula membedakan antara wajah asli dan wajah yang terbungkus dengan masker kepalsuan. Sehingga terlihat berbeda antara orang yang kantung matanya menggantung karena shalat malam dan munajat dengan begadang setiap malam memikirkan rencana melanggengkan kekuasaan.

Akar Kebahagiaan
Kebanyakan manusia salah persepsi apa sesungguhnyasumber kebahagiaan hidup. Padahal kekeliruan dalam permasalahan ini akibatnya fatal. Contoh di atas, merupakan sebagian dari akibat salah persepsi terhadap sesuatu yang disangka akan mendatangkan kebahagiaan, ketika sesuatu tadi dapat diraih, ternyata kebahagiaan yang diimpikan tidak juga tergapai. Bak mengejar fatamorgana, ketika sampai di tempat yang dikejar, bayangan keindahan itu selalu ada di depannya.

Sesungguhnya sumber kebahagiaan sejati ada pada ma’rifah kepada Allah dan mencintai-Nya sepenuh cinta tanpa menyekutukannya, berharap kepada-Nya dan menunggalkan-Nya dalam harap, takut kepada kemurkaan dan adzab-Nya melebihi takut kepada makhluk-Nya.

Ketika Keagungan Allah Bertahta diKalbu
Kalbu yang telah bertahta padanya Kebesaran dan Keagungan Allah akan menyembul daripadanya beragam ‘amalan hati; yang paling utama adalah mencintai Allah. Cinta ini mengalahkan semua tuntutan dan pengorbanan yang menghalanginya dari meraih cinta-Nya dan bersedia membayar apapun dan berapapun.Ma’rifah dan cinta itu pula yang menjadikan lisan dan qalbu seorang mukmin merasakan tenang kalamenyebut dan mengingat-Nya, serta rindu berkhalwat dengan-Nya dalam khusuknya ibadah. Salah seorang salafmenggambarkan kebahagiaan itu dengan ungkapan, “Tidak ada yang lebih membuatku gelisah dalam 40 tahun ini melebihi (berakhirma malam dan) tibanya fajar”.

Banyak orang menyangka bahwa sumber kebahagiaan ada pada melimpahnya harta. Atau tingginya pangkat dan kedudukan. Ketika semua yang disangka sebagai sumber kebahagiaan tadi telah diraih, ternyata kegelisahan hati dan dahaga kebahagiaan tak juga terobati apalagi terpuaskan. Tak hanya itu, apa yang telah diraihnya bahkan menjadi beban yang semakin menggelisahkan.

Mungkin masih tersisa kebaikan pada orang tersebut, karena masih bisa merasakan kekeringan hati dan kegagalan meraih kebahagiaan. Sehingga masih terbuka pintu kesadaran yang menjadikannya berpeluang untuk menemukan sa’adah atau kebahagiaan sejati jika dia bersungguh-sungguh dan rahmat Allah berpihak kepadanya. Ada yang lebih buruk; hamba Allah yang gagal meraih kebahagiaan, hidup dalam kegersangan hati meski bergelimang dalam kubangan materi, tetapi tidak tahu bahwa dirinya gagal meraih kebahagiaan. Selubung ron(noda) yang menyelimuti hatinya telah demikian tebal, Iblis dan kabilahnya juga telah berhasil menghiasi kegagalannya dengan kesombongan jahiliyah sehingga semua keterpurukannya nampak sebagai keberhasilan,hingga maut menjemput.

Wujud Kasih Sayang-Nya
Allah SWT lebih sayang kepada hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu kepada anak. Tanda kasih sayang itu bukan dengan memanjakan manusia dengan kenikmatan hidup. Melainkan dengan memberikan paduan berupa kitab suci sebagai kabar gembira, peringatan dan pedoman hidup bagi manusia. Barang siapa berpegang teguh kepada kitab suci tersebut, dijamin baginya kebahagiaan di dunia dan di akherat.

Allah membandingkan manifestasi kasih sayang-Nya tersebut dengan apa yang disangka kebanyakan manusia sebagai sumber kebahagiaan.Firman-Nya :

Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 48)

Imam Jalaluddien Al-Mahalli dan Imam Jalaluddien As-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘karunia Allah’ dalam ayat ini adalah ‘Islam’ sedang ‘rahmat-Nya’ adalah ‘Al-Quran’. Adapun ‘apa yang mereka kumpulkan’ adalah ‘materidunia’.

Namun sayang, manusia tak menyadari kasih sayang itu. Bukannya mendekat, tapi malah lari menjauh dari Adz-Dzikr (Al-Quran). Sehingga mereka tak akan pernah mendapatkan kecintaan dari Allah. Ada sekat penghalang dalam hati mereka, sehingga gagal meraih cinta-Nya. Sekat itu berwujud materi duniawi yang mereka kumpulkan dengan sangkaan akan membawa kebahagiaan. Kegandrungan kepada dunia itu akan menyirami hawa nafsunya bakbensin menyiram api

Berpaling dari peringatan Allah, mencampakkan pedoman hidup dan enggan menempuh jembatan membentang untuk meraih kasih sayang-Nya berarti ‘membuta’ secara maknawi. Hamba yang berbuat seperti itu pasti akan mendapatkan cicipan adzab di dunia dengan kesempitan hati dan kegundahan. Di alam kubur cicipan adzab itu lebih nyata dan terasa, kuburpun akan menyempit sehingga tulang rusuknyasaling masuk bersilangan , sedang siksa di akherat yang lebih dahsyat telah menanti.

Tak hanya itu. Kebutaan maknawi mereka di dunia berlanjut hingga di akherat. Kelak mereka benar-benar buta dalam arti tak bisa melihat dengan mata. Mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta, sebagai hukuman nyata atas sikapnya. Tatkala mereka memprotes kebutaan itu, Allah bantah dengan sikap mereka yang membutakan mata hatinya terhadap ayat-ayat-Nya ketika di dunia. Allah pun melupakan mereka sebagai balasan atas sikap mereka melupakan peringatan Allah dan pedoman-Nya.

Naudzubillah min dzalik.

ar-risalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar