Menteri Agama Suryadharma Ali pernah melansir sebuah data bahwa pertambahan masjid di Indonesia lebih rendah prosentasenya jika dibanding dengan pertambahan gereja. Sejak tahun 1977 sampai 2004 penambahan Masjid dari 392.044 menjadi 643.834 buah, jadi kenaikannya hanya 64,22 persen. Sementara pertambahan Gereja Kristen, dari 18.977 buah menjadi 43.909 buah atau naik 131,38 persen. Sehingga tidak berlebihan jika Hasyim Muzadi berkata bahwa Indonesia merupakan negara terbanyak gerejanya di Asia.
Ironis memang, penduduk Indonesia yang mayoritasnya adalah muslim justru perkembangan tempat ibadahnya lambat. Sementara agama Kristen yang minoritas pertumbuhannya justru begitu pesat. Banyak faktor sebenarnya yang melatarbelakangi terjadinya hal ini, diantaranya adalah masalah dana. Sering kita saksikan pembangunan masjid yang akhirnya mandeg di tengah jalan karena tidak mendapatkan perhatian serius dari kaum muslimin. Pernah penulis didatangi dua orang yang mengaku sebagai panitia pendirian masjid yang mengeluhkan dana yang seret. Meski mereka sudah berusaha mencari dana dengan cara door to door (masuk dari rumah ke rumah) tapi tetap saja tidak mencukupi untuk menyelesaikan pembangunan masjid yang telah tertunda bertahun-tahun. Bahkan untuk menggali dana tersebut ada sebagian saudara kita yang rela ‘mengemis’ di dalam bis atau di pinggir jalan raya, karena sudah tidak ada lagi alternatif lain.
Memang tidak semua pembangunan masjid nasibnya seperti itu, ada yang mendapatkan dana yang melimpah hingga terkadang sisa. Maka dalam hal ini perlu ada pemerataan. Yang kebetulan mendapatkan dana melimpah selayaknya menengok daerah-daerah lain yang gersang dalam pendanaan, terutama di daerah minoritas muslim. Ada sebagian kaum muslimin yang harus menempuh perjalanan beberapa kilometer karena tidak ada masjid jami’ yang bisa dipergunakan untuk menunaikan shalat jum’at. Sementara di tempat lain terkadang dalam satu desa ada dua masjid besar yang sama-sama dipergunakan untuk menunaikan shalat jumat.
Keikhlasan yang Diutamakan
Masjid sebenarnya memainkan peran penting dalam kehidupan umat Islam, sehingga perlu mendapatkan perhatian bersama. Karena pentingnya, pertama-tama yang dibangun oleh Rasulullah saw setelah tiba di Madinah -saat beliau hijrah dari Makkah- adalah masjid, yaitu Masjid Quba. Allah SWT juga menjanjikan jannah bagi orang yang membangun masjid. Nabi saw bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى قَالَ بُكَيْرٌ حَسِبْتُ أَنَّهُ قَالَ يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah -Bukair berkata, ‘Seingatku beliau bersabda, ‘Dengan maksud mencari wajah Allah’-, niscaya Allah membuatkan rumah di surga untuknya.” (HR. Muslim)
Keutamaan tersebut hanya bisa dicapai dengan ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah semata, meskipun masjid yang dibangun itu berukuran kecil. Karena dalam hadits yang lain Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa membangun sebuah masjid karena Allah walau seukuran sarang (kandang) burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan untuknya rumah di dalam jannah.” (HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi)
Adapun bila seseorang membangun masjid dengan tujuan ingin dipuji oleh manusia atau hanya untuk berbangga-banggaan semata maka ia tidak akan memperoleh keutamaan ini. Dan jika hal ini merajalela di tengah-tengah manusia maka itu salah satu pertanda dekatnya hari kiamat.
Memakmurkan bukan sekedar membangun
Pembangunan masjid atau rehabilitasi yang dirancang oleh masyarakat, rata-rata menghendaki bentuk bangunan yang megah, lengkap dengan ornamen dan arsitektur mewah. Hal ini sudah menjadi tren di kalangan umat Islam. Mereka beralasan bahwa jika bangunan masjid dirancang dengan megah, tentu akan menarik minat kaum muslimin untuk lebih sering dan rajin datang ke masjid. Meskipun kenyataannya tidaklah demikian. Sering kita jumpai sebuah masjid yang begitu megah bangunannya namun sepi pengunjung. Jama’ahnya bisa dihitung dengan jari, terlebih saat shalat shubuh. Hal ini terjadi karena banyak masjid yang dibangun hari ini bukan untuk dimakmurkan. Masjid belum difungsikan secara maksimal. Rata-rata hanya sekedar untuk mengerjakan shalat berjamaah, setelah itu pintu dikunci, gerbang ditutup rapat dan hanya dibuka kembali setelah waktu shalat tiba.
Fungsi masjid sebenarnya bukan hanya untuk menunaikan shalat semata. Jika kita merujuk kepada sejarah perjuangan Rasulullah saw, kita akan melihat betapa masjid itu memiliki peran yang sangat besar dalam menanamkan dan memperkuat akidah, akhlak dan penegakan hukum Islam. Selain itu, masjid juga menjadi sentra pembinaan umat, kebersamaan, dan kepedulian kepada sesama.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam rangka memakmurkan masjid. Selain menjaga dan memelihara kebersihannya, masjid juga bisa dijadikan sebagai sarana meningkatkan iman dan takwa kepada Allah SWT dengan melaksanakan shalat, iktikaf, membaca Al Qur’an serta memperbanyak doa dan dzikir di dalamnya.
Masjid juga bisa kita manfaatkan untuk menyampaikan ilmu dan membina umat, bisa melalui khutbah atau mengadakan berbagai kajian keislaman. Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, empat khalifah rasyidah yang menjadi penerus kepemimpinan Rasulullah saw adalah guru, ekonom dan pemimpin umat yang lahir dari masjid. Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hambali adalah empat ulama besar yang lahir dari masjid. Mereka belajar dan mengajar di masjid. Demikian pula Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah, Imam Nawawi, dan ulama-ulama besar lainnya.
Yang tidak kalah pentingnya masjid juga bisa dimaksmimalkan fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pengembangan ekonomi umat, yaitu dengan memfungsikannya sebagai sarana pengelolaan zakat, infak, sedekah dan wakaf .
Dari Masjidlah sebenarnya kemuliaan Islam bisa kembali tegak dan berkuasa di muka bumi ini. Asalkan umat Islam bukan hanya sekedar berlomba-lomba membangun masjid namun juga mau memakmurkannya. (abu hanan)
ar-risalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar