Amal kebaikan sekecil apapun selalu ada balasannya di sisi Allah. Kadang balasan tersebut sudah terlihat di dunia, sebelum dibayar tunai di akherat kelak. Ini dinamakan “A’jilu busyra mukmin”ataukabar baik bagi orang mukmin bahwa di akherat akan memperoleh ridha Allah.Tanda-tanda tersebut misalnya, di dunia ini disukai oleh orang mukmin, hidupnya penuh kemudahan atau mendapat berkah. Seperti itu pula amal keburukan yang akan diganjar dengan balasan setimpal. Malaikat mencatatnya sangat rapi dan detail. Tidak ada satupun kesalahan yang tercecer. Kelak, setiap detail dosa atau kejahatan tersebut diminta pertanggungjawaban. Terutama kejahatan kepada sesama manusia. Urusannya bisa sangat panjang dan menakutkan.
Allah berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. al-Zalzalah: 7-8)
Sayangnya, rasa takut terhadap dosa tak muncul saat kesempatan untuk melakukannya terbuka. Akibatnya, manusia sering melanggar perintah-Nya dan justru menuruti hawa nafsu. Tapi, kita patut bersyukur karena Allah masih memberi manusia peluang membersihkan kesalahan-kesalahannya. Menurut Ibnu Taimiyah ada beberapa faktor yang dapat membersih atau mengurangi dosa, yaitu: tobat nasuha, istighfar, amal kebaikan penghapus dosa, didoakan oleh orang lain, memiliki sedekah jariyah, hinggamerasakanmusibah dan rasa sakit kala di dunia. Semua itu bermanfaat di akherat kelak.
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda,
مَا يَزَالُ البَلاَءُ بِالمُؤْمِنِ وَالمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Ujian senantiasa menimpa orang mukmin, baik lelaki maupun wanita dalam dirinya, anak dan hartanya. Hingga ia menghadap Allah dan tidak membawa kesalahan.” (HR. Tirmidzi)
Lalu, bagaimana jika timbunan dosa tak dapat disapu oleh amal shalih hingga tuntas? Bagaimana pula nasib orang kafir yang amal shalihnyatidak diterima? Pastinya, ia harus bersiap-siap menghadapi ahwalu qiyamah atau bencana hari kiamat. Pada saat itu, hisab atau persidangan digelar untuk mempertanggungjawabkan atas apa yang sudah dikerjakan.Lalu ditegakkan qishas dan pemberian balasan kebaikan dan kejahatan. Bahkan, sidang tersebut tak hanya untuk manusia, melaikan seluruh mahluk.
Abdullah bin Amru bin Ash RDL mengatakan bahwa, pada hari kiamat bumi membentang rata. Semua binatang dikumpulkan, baik ternak, ataupun binatang buas. Lalu diberlakukan qishas pada binatang, sampai terjadi domba tanpa tanduk membalas dendam kepada domba yang menanduknya. Setelah selesai binatang tersebut ditakdirkanmenjadi tanah. Orang kafir yang menyaksikan kejadian itu lantas berkata, ‘Duh, seandainya aku juga menjadi tanah’. Ia berharap urusannya terhenti saat itu juga tanpa harus menjalani hukuman neraka.
Orang kafir dan ahlu maksiat pada hari itu menyesal sedalam-dalamnya. Manusia yang tidak mau sujud untuk shalat atau bersujud dalam istighar, tak dapat bersujud.Padahal sujud pada saat itu sangat menentukan dimana ia akan berada selanjutnya. Diriwayatkan bahwa pada hari kiamat Allah menampakkan betisnya, semua manusia bersujud, kecuali orang kafir. Tulang belakang mereka tiba-tiba merekat dan menjadi lurus sehingga tak mungkin digunakan untuk membungkuk. Sayang sekali, mereka gagal membuktikan diri sebagai ahlu jannah. Allah berfirman yang artinya, “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak kuasa.”(QS. al-Qalam: 42)
Disamping enggan bersujud mereka juga menutup matahatinya, enggan melihat ayat-ayat Allah. Pada hari kiamat mereka dibangkitkan dalam keadaan buta secara fisik.Hukuman itu sama seperti kondisi mereka sewaktu di dunia.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan.” (QS. Thaha: 124-126)
Menurut Ibnu Katsir, saat mereka mengeluhkan kebutaannya dikatakan kepada mereka. Karena kamu mengabaikan ayat-ayat Allah. Kalian melupakan peringatan itu. Padahal peringatan itu telah sampai kepada kalian. Sekarang, kalian diabaikan sebagaimana yang dulu telah kalian lakukan.
Bagi ahlu maksiat, persidangan hari kiamat akan terasa berat.Catatan amalnya diberikan dari arah kiri atau belakang. Ia membaca sendiri satu persatu dan membenarkannya.Mulut tak dapat berdusta, karena seluruh anggota tubuhnya menjadi saksi. Bumi yang dipijakpun berkata jujur. Mereka tidak mengira bahwa amal mereka tercatat sedemikian detail. Allah menggambarkan mereka:
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.” (QS. al-Kahfi: 49)
Hal-hal tersebutdi atas adalah berita al-quran yang pasti benar. Jadi, jika Allah menghukum manusia tidak berarti bahwa dia dzalim. Karena, peringatan sudah dikumandangkan jauh sebelumnya. Allah maha adil, memberi manusia pilihan dua pilihan. Memberi ilham kepada hati jalan ketakwaan dan jalan kedurhakaan (fujur). Tujuan akhir yang dicapai setiap manusia tentu sesuai dengan pilihannya. Mumpung hari persidangan masih jauh, masih banyak kesempatan memperbaiki diri agar layak digolongkan dengan ashabul maymanah. Seharusnya kita selalu terlecut saat mendengar peringatan Allah yang artinya:
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281)
Wallahu A’lam bis Shawab.
ar-risalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar