Jumat, 13 November 2009

" Berlian dan Kita "


Saya bukanlah pakar kaji batu bahkan tidak belajar secara khusus dalam mengenali batu-batuan namun, hanya ingin berbagi informasi di samping berusaha menguatkan diri sendiri. Pada mulanya, saya hanya ingin menukilkan ayat ini;

Batu yang keras jika air terus menerus menitik di atasnya, kelak batu itu akan berlekuk juga. Namun, kerak bumi yang lebih dalam dan keras perlu digerudi menggunakan intan, mineral yang paling mahal dan keras (10 skala Mohs).

Ayat ini, hasil debat dengan seorang pemuda.

Nasihat bisa diumpamakan seperti air dingin yang jatuh setitik demi setitk, namun ia juga dapat menjadi sekeras berlian jika kita ingin menggerudi kerak bumi. Dalam Al-Quran, Allah juga menggunakan pendekatan ayat yang membujuk, dan juga menggunakan ayat menempelak.

Di mana contoh ayat menempelak?

Surah Al-Lahab.

"Binasalah kedua-dua belah tangan Abu Lahab, dan benar-benar celakalah dia"

Saya merasakan ada baiknya jika perkara ini diolah lebih lanjut. Oleh sebab itulah saya membaca serba sedikit mengenai berlian. Saya juga selalu percaya bahwa berlian itu hanyalah sebuah batu bara yang unggul akibat dari tekanan.

Untuk mengetahui jawaban yang sebenarnya saya terpaksa bertanya kepada teman geologi apakah intan dan berlian itu sama. Teman geolagi saya itu mengatakan mungkin intan dan berlian itu sama. Kebiasaannya masyarakat mengungkapkan perkataan intan berlian.

Arang batu jika tidak tahan dengan tekanan hanya digunakan untuk tujuan BBQ Welcoming Party di Australia atau satay Kajang Haji Samuri di Malaysia. Namun, jika batu bara ini menerima tekanan yang sesuai, arang batu tersebut akan berubah menjadi berlian. Intan hanya terbentuk dalam kombinasi tekanan dan temperatur yang sesuai. Kombinasi ini hanya ditemukan di dua tempat saja. Pertama di Cratons dan kedua di litosfera bumi yang terkena hantaman meteorit.

Ini tidaklah begitu mengherankan karena tekanan yang diperlukan adalah kira-kira 45-60 kilobars dan suhu 900-1300 derajat celcius. Tidak mengherankan, hanya arang batu yang mampu menerima tekanan dan suhu yang tinggi saja yang mampu menjadi permata yang unik dan berharga. Namun, apalah maknanya jika berlian yang berharga itu dibiarkan tinggal begitu saja di bawah perut bumi. Tiada siapa yang tahu dan tiada siapa yang memperoleh manfaat darinya.

Setinggi mana pun harga berlian itu dan malah jika lebih tinggi dari The Millennium Star dari segi kualitasnya, atau lebih susah dibandingkan Blood Diamond dari segi pengorbanannya, berlian itu tetap tidak akan berguna jika tidak diproses dan dibiarkan terperosok di tempat ia dihasilkan. Begitulah juga dengan kita, jika sudah mampu menerima tekanan, dan sudah bertukar menjadi berlian, apalah maknanya jika tidak turun ke medan perjuangan?

Tidak berarti perjuangan jika hanya membahagiakan anak dan istri, bukan juga berfoya-foya sesama sendiri. Tanggungjawab terhadap teman seagama, bahkan kepada umat manusia yang berbeda bangsa dan negara selalu tergalas di bahu kita. Sudah tentu kita tidak ingin diri kita menjadi batu bara, hanya sebagai bahan bakar yang murah apabila kita berpeluang menjadi mineral yang mahal.

Turunlah ke medan sama ada menjadi mata gerudi atau menghiasi jari-jari manis raja sehari dan atau mungkin di mahkota-mahkota kerajaan kita bersemadi. Yang pasti, janganlah duduk bersendiri. Ilmu setinggi melangit dan pandangan seluas lautan tidak akan berarti jika hanya digunakan bersama dengan teman semineral. Apabila sumber mineral ini telah berhasil diketemui lalu diproses, barulah sumber mineral yang lain sadar akan hakikat bahwa diri mereka itu butuh pencerahan dari cahaya intan berlian yang bergemerlapan ini.

Ayuh para berlian, turun ke medan!

www.iluvislam.com
Yahaya Abdul Shukur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar