Selasa, 31 Mei 2011

**~** Tambahkan Rezeki Dengan Menikah **~**







Islam sebagai satu jalan dan cara hidup komprehensif menekankan penting meletakkan pedoman dan standar tinggi yang rinci untuk membimbing manusia ke arah keredaanNya.

Dalam Islam, perkawinan dan hubungan suami isteri serta seisi keluarga adalah hal mulia dipandang penting.

Allah SWT yang menciptakan manusia dengan sebaik kejadian, meletakkan unsur syahwat dan menanam perasaan kasih sayang yang bergerak sejalan dengan perkembangan kemanusiaan itu sendiri.

Islam merayakan fitrah dan kebutuhan hidup manusia, misalnya kebutuhan ingin dikasihi, memiliki pasangan hidup dan keluarga sebagai tempat menerima dan mencurahkan kasih sayang.

Oleh itu, semua orang yang berkemampuan dan cukup syarat dianjurkan menikah dan membangun keluarga.

Allah SWT berfirman: "Dan di antara tanda kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya bahwa Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis kamu sendiri agar kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikan di antara kamu suami istri perasaan kasih sayang dan belas kasihan. " (Surah al-Rum, ayat 21)

Islam juga memberi panduan bagi kaum muda yang ingin menikah dengan niat menjaga diri dari dosa dan maksiat, tetapi khawatir rezekinya apakah cukup atau tidak untuk menghidupi keluarga.

Dalam hal ini, jika usaha mencari rezeki dilakukan dengan tersusun berikutnya, yakinlah bahwa rezeki akan dimudahkan dalam pernikahan itu.

Ia dinyatakan dalam firman Allah: "Dan kahwinilah orang yang sendirian di antara kamu, dan orang yang layak (menikah) dari hamba yang lelaki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan mengkayakan mereka dari rezeki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian -Nya dan Maha Mengetahui. " (Surah al-Nur, ayat 32)


Namun begitu, jika seseorang belum memiliki kemampuan dan persediaan menempuh kehidupan berkeluarga, maka harus berusaha menahan hawa nafsu dengan sebaiknya.

Panduan itu diberikan Rasulullah SAW dalam sabdanya yang artinya: "Wahai orang muda, siapa di antara kamu yang mampu menikah maka hendaklah dia menikah karena ia (yaitu pernikahan) dapat mengontrol mata dan kemaluan. Barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena ( yaitu puasa) akan menjadi penjaga baginya. " (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Islam sebenarnya tidak mendorong umatnya mengambil sikap netral dengan tidak mementingkan urusan pernikahan. Rasulullah SAW pernah menggambarkan kegembiraan Beliau di akhirat dengan jumlah umatnya yang banyak hasil dari pernikahan berlangsung di kalangan umatnya.

Sabda beliau SAW berarti: "Nabi SAW menyuruh kami untuk menikah dan melarang kami membujang. Larangan itu ia tekankan dengan cukup keras dengan bersabda:" nikahilah wanita yang subur dan penyayang, karena aku bangga melihat umatku yang banyak pada hari kiamat. "( Riwayat Ahmad)

Namun begitu, kita harus melihat dengan lebih rinci bahwa apa yang menjadi impian Rasulullah SAW adalah umatnya banyak, berkualitas, memiliki jati diri Muslim sebenarnya.

Apakah yang dikatakan pernikahan itu? Dr Wahbah al-Zuhayli dalam kitabnya al-Fiqh al-Islamiy meletakkan definisi pernikahan atau al-nikah sebagai 'satu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang pria dengan seorang perempuan bukan muhrim, menimbulkan hak dan kewajiban antara kedua mereka.'

Melalui definisi ini, beberapa hal penting dapat dikeluarkan:

# Pertama, pernikahan menyatukan antara dua insan yang saling mencintai dengan menggunakan akad ijab kabul yang sah dalam Islam. Ini berhubungan perjanjian dengan Allah untuk menjaga hal yang digariskan antara mereka setelah akad dilaksankan. Justru, pernikahan memiliki nilai keagamaan, ketundukan kepada Allah dan mematuhi peraturan yang Allah tetapkan untuk dijaga di sepanjang prkahwinan berlangsung.

# Kedua, adalah jelas bahwa pernikahan hanya dapat terjadi di antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim. Dengan itu, Islam melarang hubungan sesama muhrim meskipun mereka saling mencintai seperti anak dan bapak, adik beradik, anak saudara dengan paman dan sebagainya. Termasuk hubungan muhrim yang terintegrasi dari hubungan darah, susuan dan persemendaan.

# Ketiga, hanya setelah adanya akad pernikahan, barulah ada hak dan kewajiban yang harus diikuti dan ditunaikan pasangan tersebut. Hak istri adalah kewajiban suami untuk tunaikan dan hak suami menjadi tanggung jawab istri untuk tunaikan. Hak anak yang lahir setelah ikatan itu menjadi tanggung jawab ayah dan ibu untuk tunaikan. Istilah tanggung jawab pula memberi konotasi yang besar, hal yang ditanggung dan harus ditunaikan dengan ikhlas, jika gagal maka ada pertanggungjawaban di hadapan Allah di akhirat terhadap pengabaian dan kegagalan itu. Itulah elemen keagamaan dan ketundukan kepada Allah di dalam pernikahan.

# Keempat, definisi itu juga menjelaskan bahwa pasangan yang belum menikah, apakah yang sedang bercinta atau bertunangan, belum ada apapun hak dan kewajiban mereka. Hubungan mereka belum dihalalkan agama dan mereka tidak bisa bebas bergaul, bergandengan tangan, berpelukan apalagi melakukan hubungan kelamin karena Islam tidak mengakui mereka sebagai pasangan yang sah. Inilah yang paling signifikan antara pernikahan di sisi pandangan barat dan Islam. Bagi kaum barat, bila pasangan saling cinta mencintai, maka hubungan kelamin adalah suatu yang lumrah. Agama tidak memiliki peran dalam pembawaan dan hasil dibuat. Karena itu, melakukan hubungan kelamin, memiliki anak sebelum menikah adalah hal bukan mengaibkan atau pelik dalam masyarakat mereka. Islam tidak mengizinkan kita menyerupai dan mengambil langkah seperti mereka.

# Kelima, akad pernikahan adalah ikatan murni antara lelaki dan perempuan untuk hidup bersama dalam sebuah rumah tangga. Nilai keagamaan sangat jelas dizahirkan di mana tertolaklah pernikahan sama jenis kelamin, lelaki dengan lelaki, perempuan dengan perempuan. Barat menerima perkembangan yang terjadi di mana pria dapat menikah dengan pria dan wanita menikah dengan wanita. Ia karena pernikahan bagi mereka adalah titik akhir penzahiran kecintaan antara dua insan. Tidak ada hubungan kait dengan elemen keagamaan. Sedangkan Islam sama sekali tidak mengakui hubungan gay atau lesbian. Bahkan Islam tidak mengakui perkawinan pihak yang membuat operasi ubah jenis kelamin. Islam tidak mengakui perkawinan pria menjadi perempuan dan perempuan menjadi lelaki.

# Keenam, pernikahan adalah ikatan suci yang bukan saja menggabungkan dua insan, tetapi dua keluarga dan keturunan. Maka silaturahim antara manusia akan berkembang dan kehidupan lebih berseri.

- Artikel iluvislam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar