Jumat, 03 Juni 2011
**~** Dia takdirmu Di surga **~**
Hati manusia sangat fleksibel, tersentuh, mudah khawatir tatkala takdir tidak sebulu dengan fitrah, tatkala diserang malapetaka di luar dugaan resah bukan kepalang, akal parsial waras.
Bila keinginan diharapkan menemani, datang pula beban menghantui. Kenapa, mengapa, apa berlegar, berputar ligat membunuh daya mampu dan mau.
Mampu, dalam arti berpecak silat menentang badai, dan ingin, berubah.
Berkali-kali kita diingatkan, manusia tidak sirna dari dugaan, sering diduga dan menduga. Tabi-'e alam, memang kita membutuhkan satu sama lain, tidak siapa bisa mendabik dada dia bisa hidup tanpa harus ke manusia lain, hatta hartawan sendiri masih membutuhkan layanan bawahan, mengaji mengelola dan sebagainya.
Justru itu, masalah akan ada di mana-mana tanpa dipinta, cuma kita disarankan agar berhati-hati, tersedia, sabar, dan belajar dari masalah tersebut.
Jodoh, adalah hal berhubungan dengan fitrah, mau tidak mau setiap dari kita pasti dipaksa bergelimang meredah mehnah, suka duka, jerih perih sebelum bahagia dalam rumahtangga direalitikan.
Manusia tidak selama-lama akan kebal, pasti ada satu saat dia akan tunduk, jatuh. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar kita tidak sombong untuk belajar dari alam, pengalaman, sirah buat pendinding kedap kecewa, sengsara, dan lara.
Kita kian tenang dalam damai ketika mencari cinta Ilahi nan abadi.
Kita harus selalu jadi baik, agar yang baik juga Allah Taala jodohkan untuk kita. Cinta yang dicari baik, tetapi cinta yang ditemukan lebih baik lagi.
Keluarga ibarat sebuah negara, suami adalah seorang pemimpin memimpin sebuah pemerintah besar, tidak dapat dipandang enteng.
Berhasil atau tidak seorang suami itu dilihat berhasil atau tidak anak buah di bawah jagaannya.
Pernikahan yang sempurna bukanlah selalu sempurna, melainkan ketidak-sempurnaan yang ditangani dengan kemauan pada agama, syari-'at aturan dari al-Quran dan as-Sunnah.
Tidak ada yang sempurna dalam dunia ini karena ini hanyalah dunia. Tidak penting di mana kita mulai, tetapi lebih penting di mana kita akan berakhir.
"Kali ini sudah dua kali kesempatan saya berikan, tapi abang masih tidak ingin berubah ..." rintih seorang istri bila mana tahu si suami main kayu tiga.
Terkadang kita terlalu mengharap sesuatu yang ideal sehingga kita terlepas pandang dengan segala kebaikan yang ada pada pasangan di depan mata, hingga kita mencoba membandingkan dengan insan lain.
Salah kita juga, dulu bercinta bagaikan hilang waras manusia normal, bibir hanya berbicara kebaikan pasangan saja, memuji kecantikan pasangan.
Bila dah akad, pasti kebaikan juga diharapkan, namun panas tidak selalu sampai ke petang, bila ada step tersilap, maka mulailah persoalkan ini dan itu.
Tantangan hidup berkeluarga tidak seindah yang diimpikan, kabar tidak seindah rupa.
Tidak dapat menjadi idealistik. Banyak tanggung jawab harus dipikul, banyak kesenangan masa bujang yang terpaksa dikorbankan, karenah anak-anak yang bisa menggugat kesabaran.
Bila dah berumahtangga suami istri tidak hanya berbagi satu kamar, satu ranjang, satu lemari, tapi juga satu rasa, satu tanggung jawab. Beban keuangan diatasi, dikoreksi bersama.
Di sini, cinta akan mekar berputik, kekurangan ada di sebelah pasangan dilengkapi pasangan lain.
Usia pernikahan juga akan melalui pra-matang, maka dalam waktu demikian, terlalu banyak agenda harus dirangkumkan, apa harus didahulukan, dan mana harus dikemudiankan.
Sebelum Kahwin
Berusaha menjadi terbaik untuk mendapatkan yang terbaik, bukan menilai orang lain baik tapi diri sendiri tidak usaha menjadi baik.
Maka segalanya dilakukan dengan usaha dan niat yang ikhlas, niat baik akan dipertemukan dengan takdir-Nya yang baik-baik. Kebaikan kita dinilai oleh waktu, kalau umur dah berginjak 20-25 tahun, tapi masih bermain PSP, baca majalah mangga, belek komik serial, bukankah teramat jauh untuk jadi baik.
Allah berfirman, artinya: "... perempuan-perempuan yang baik untuk pria-pria yang baik dan pria-pria yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik.
Mereka (yang baik) itu adalah bersih dari (tuduhan buruk) yang dikatakan oleh orang-orang (yang jahat) "an-Nur (24:26)
Benar kita dapat bermain, depan orang cerah perut ibu mengandung, tapi sampai saat, tembelang kalian pasti dapat dihidu, bila dah kahwin semua itu sudah tidak lagi, kembali pada karakter sebelumnya.
Kalian berhak memasang ambisi, memiliki istri mampu menjaga pakaian dan makan minum, mendamba istri rajin bertadarrus al-Quran dan bertahajjud malam, istri rajin dalam kerja-kerja dakwah, memimpikan istri bapak saleh dan solehah, menginginkan istri berbagi suka dan duka, kalian bisa buat demikian, tapi sanggupkah kalian juga menjadi seperti apa seorang istri harapkan, menemani di kala tahajjud, pakaian dan makan minum, menjadi pemimpin baik buat dirinya dan anak-anak yang saleh dan solehah.
Mereka bertadabbur, dan memahami kalam Allah satu ini;
Allah berfirman, artinya: "Kaum lelaki itu adalah pemimpin dan pengawal yang bertanggungjawab terhadap kaum perempuan ..." an-Nisaa '(4:34)
Menetapkan niat untuk menjadi pria yang baik untuk keluarganya serta hasrat untuk melahirkan generasi baru yang membawa ad-Deen merupakan usaha yang murni.
Tentu saja upaya tersebut membutuhkan keteguhan dan kecekalan serta usaha yang berkelanjutan sambil memohon pertolongan Ilahi. Niat yang baik akan menatijahkan hasil yang baik.
Seorang pria menyukai perempuan yang memiliki sedikit sentuhan maskulin sedangkan perempuan yang akan menjadi istri juga menyukai pria yang memiliki sentuhan feminin.
Singkatnya, suami akan suka istri yang bisa mandiri menyelesaikan beberapa tugas atau kerja-kerja yang selama ini dilakukan oleh suami, sedangkan istri juga menyukai suaminya sekali sekala buat kerja rumah dan memasak untuk keluarga.
Ada kalanya suami membutuhkan istri membantunya dalam menyelesaikan pekerjaan yang selama ini suami yang lakukan, adakalanya si istri membutuhkan suami untuk ringan tulang dalam hal berhubungan house-chores.
Tiadalah itu satu harapan yang melangit, melainkan rasa ingin merealisasikan sesuatu yang sudah berkurang dalam kehidupan manusia hari ini.
Rasulullah saw dalam kesibukannya berdakwah dan menjadi penghulu ummat juga mampu memenuhi hak-hak keluarganya, dan membangun keluarga Islami yang bahagia, maka kita juga berusaha untuk menjadi seperti beliau.
Saya tidak setuju kalian bercinta sebelum kahwin. Cinta tidak salah, tapi masalah besar adalah orang bercinta, salah menempatkan harga sebuah cinta. Kalau sudah rasa tidak mampu, maka jauhilah maksiat cinta.
Kebanyakan orang bercinta terbawa dengan khayalan cinta sehingga bersikap terlalu romantis. Bila berbicara, banyak control macho sehingga tidak berani berbicara jujur dalam hal-hal tertentu.
Bila berbicara, banyak tipu dari memberitahu hal yang sebenarnya.
Bila merencanakan, banyak manis dari yang pahit. Bila berjanji banyak hipokrit dari realistis. Ini lumrah orang bercinta. Karena itu, jangan mengenal pasangan terlalu intim sebelum menikah. Dibimbangi, kalian terkejut setelah menikah.
Sanggupkah kalian bercinta?
Setelah Kahwin
Kehidupan adalah realitas yang memotretkan berbagai palitan warna emosi, suka duka sebagai diari dibaca, dicermati pada hari muka, hal baik-baik sudah pasti diulang dan diperbaiki secara berkala.
Kehidupan adalah lautan yang dipenuhi gelombang, topan dan guncangan, membawa berbagai cuaca, sudah pasti mempengaruhi membekas di hati manusia.
Hati manusia ibarat sebuah sampan kecil yang dipaksa berlayar dalam lautan luas. Mau atau tidak, manusia harus benar-benar memahami, belajar dari lautan kehidupan setelah mereka membuka mata, dan siap memulai pelayaran.
Suri teladan para browser sudah ada di hadapan kalian, tinggal lagi kalian memilih cara mereka atau membentuk metode penjelajahan tersendiri berdasarkan pengalaman mereka.
Pada terbaik, tidak lain dan bukan adalah beliau
Cinta itu bukan alasan utama untuk dapat bahagia, karena banyak juga bercerai karena cinta.
Banyak orang bercinta bagai hilang ingatan, tapi bercerai berai juga.
Banyak yang kahwin suka sama suka, tapi rumahtangga kecoh.
Ini bukan soal cinta atau suka.
Ini soal seberapa ketergantungan suami istri pada Allah Taala dalam setiap urusan, Sejauh mana mereka sepakat dalam mencari berkat dalam rumahtangga.
Dengan kehendak Allah saja, rumahtangga akan berhasil dan bahagia.
Pohonlah kebaikan pada-Nya, serta terus menerus menjadi baik.
Andai ombak kuat melanda bahtera, jangan disangka tidak harapan dapat berlabuh dengan aman.
Ingatlah semakin kita diuji, itu tandanya kasih sayang Allah Taala kepada kita dan Dia tidak akan membebani hamba-Nya melainkan sesuai dengan apa yang daya kekuatan.
Allah Taala berfirman: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya" al-Baqarah (2:286)
Makin banyak kita diuji, makin dekat kita kepada-Nya dan semakin matang dan penuh hikmah kita mengatasi masalah dengan metode terbaik, disepakati bersama.
Bersabarlah para istri dengan suami yang kebanyakan akan diam dalam membatu, dan bersabarlah para suami dengan leteran dan bebelan para istri yang adakalanya untuk menyadarkan Anda.
Dialah satu-satunya insan yang terbaik untuk diri kalian, bukan kedua, bukan ketiga.
Berusahalah melengkapi kekurangan satu sama lain dengan segala kelebihan dan kebaikan pada diri masing-masing.
Bukannya untuk meruntuhkan masjid yang dibangun dan memisahkan ikatan yang terjalin.
Carilah salah sendiri kenapa tidak mencari yang kurang baik tapi bisa diasuh menjadi baik.
Rumahtangga bahagia, bukan bahagia cukup material dan kebutuhan jasmani bahkan kebutuhan rohani.
Maka bercintalah kalian sepuas-puasnya, karena kalian adalah halal bagi pasangan.
Setiap hembusan cinta kalian, pasti berbuahkan pahala di kebun cinta Ilahi di taman surga nanti.
Bukankan ironi sangat aneh, bercinta sebelum kahwin lebih hebat dibandingkan bercinta setelah akad, jelas sekali kalian hipokrit.
Kenapa harus mengembalikan cinta?
Saya merasakan setiap manusia itu entitled dan deserved untuk hidup dalam tenang dan bahagia.
Hidup tanpa cinta ibarat burung yang terbang dalam sangkar.
Selagi ada ruang untuk bercinta, maka sirami dan bajailah cinta itu.
Cinta setelah ijab dan qabul, sesungguhnya mampu untuk dinyatakan dan masih ada untuk dihadiahkan bersama.
Setelah menikah Anda tetap sebagai nakhoda. Nakhoda ke para pelaut di bawah tanggungan Anda.
Baik buruk kesudahan perjalanan mereka berada di tangan kalian.
Prinsip dan paradigma utuh saja akan aman mengemudi badai dunia.
- Artikel iluvislam.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar