Senin, 06 Juni 2011

~**~ Siapakah Yang Akan Memerangi Musuh? ~**~





Segala Puji bagi Allah, Tuhan pemilik semesta alam, ada-NYA tanpa membutuhkan Tempat, DIA menghidupkan kita dan pada DIA juga kita kembali hendaknya. Syukur yang tidak terhingga kepada-NYA, karena Islamnya saya dan Anda semua masih berkekalan hingga kini.

Dengan ilmu yang terbatas ini, ingin saya berbagi sedikit ilmu sebagai pelajaran untuk kita semua sebagai hamba ALLAH SWT dan Khalifah-NYA di muka bumi ini.

Memahami peran kita sebagai hamba, hubungan kita dengan Allah SWT dapat diterjemahkan dalam ibadah. Hanya ibadah yang khusyuk dan hati yang ikhlas disertai dengan rasa kerdil di hadapan Allah SWT adalah ibadah yang yang dapat mencegah kita dari kemungkaran dan selalu mengontrol tindak tanduk kita sebagai manusia.

Semoga segala ibadah kita diterima oleh ALLAH SWT Yang saya ingin fokus pada kali ini tentang suatu permasalahan yang terjadi dalam kalangan ummat Islam pada zaman kini yaitu masalah kejumudan dan sikap orthodoks dalam tanggung jawab beragama terutama mengenai dakwah.

Ada segelintir pihak dalam kalangan kita merasakan bahwa Islam ini hanya sekedar shalat, puasa, zakat, dan beberapa aspek wajib seperti yang termaktub dalam Rukun Islam dan Rukun Iman yang kita ketahui.

Dengan memenuhi semua rukun tersebut, kita beranggapan bahwa kita sudah melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab sebagai Muslim, dalam pada waktu yang sama lingkungan kita dipenuhi dengan maksiat dan kemungkaran yang sedang merajalela. Persoalannya di sini, apakah dengan sekedar shalat, puasa, zakat, dan memenuhi seluruh rukun Islam dan Iman dapat mengubah kemungkaran yang terjadi dalam kalangan ummat kita?

Tentu saja jawabannya tidak, ini karena kewajiban yang harus dipikul oleh setiap muslimin adalah kewajiban untuk menyeru ke jalan Allah SWT atau dkenali sebagai kewajiban berdakwah.

Kata dakwah merupakan suatu istilah Islami. Istilah ini tidak ada pada agama dan ajaran lain. Dua bagian dalam dakwah disebut amar makruf yaitu mengajak orang melakukan kebaikan dan mengamalkannya dan satu lagi bagian disebut sebagai Nahi Mungkar yaitu mencegah kemungkaran yang terjadi di lingkungan kita.

Dakwah Itu adalah tugas para rasul dan pengikut Rasul. Rasulullah SAW telah ditugaskan oleh Allah untuk melakukan kerja dakwah ini, begitu juga dengan nabi-nabi sebelumnya terutama Nuh as yang menyeru kepada kaumnya untuk ke jalan Allah. Dakwah yang dilakukan Nabi Nuh As berlangsung lebih dari 900 tahun.

Tanggungjawab dakwah hukumnya wajib tetapi dalam bentuk fardhu kifayah maka setiap muslimin wajib melakukannya dalam berbagai cara menurut kemampuan dan potensi yang ada dalam diri. Jelaslah di sini bahwa dakwah itu berarti menyeru manusia kepada kebaikan dan melarang dan mencegah manusia dari kemungkaran.

Namun bila para ulama dan fuqaha menetapkan dakwah itu adalah Fardhu Kifayah, banyak pihak beranggapan bahwa mereka dapat mengistirahatkan diri dari kerja ini dan hanya berkonsentrasi ke Fardhu Ain semata-mata maka, ada dalam kalangan kita memilih untuk berdiam diri dari melakukan kerja ini dan menganggap dakwah ini dilakukan oleh kaum yang tertentu saja seperti orang yang bergelar ulama, mufti, dan ustaz.

Sedangkan kita hanya sekedar berkampung di masjid dan di rumah berzikir dan bertahajud. Bukanlah maksud di sini mengatakan ibadah di masjid dan rumah itu salah tetapi apakah cukup untuk kita sekedar beribadah dengan lingkungan yang penuh dengan kemungkaran dan maksiat?

Maksud Fardhu Kifayah mengenai hal ini adalah setiap muslimin harus bangkit dan bertanggung jawab untuk melaksanakan hal ini menurut potensi yang ada dalam diri untuk mempersiapkan satu "Khayra ummah" sebagai contoh sebuah jemaah yang menyeru manusia kepada Allah.

Untuk itu, seluruh umat Islam harus menolong mereka dengan cara apapun dan jalan untuk mewujudkan jemaah tersebut yaitu untuk menegakkan agama Allah. Jika ia tidak dilakukan oleh seluruh Muslimin, maka seluruhnya juga akan berdosa terutama mereka yang ada kemampuan untuk melakukannya.

Sahabat Rasulullah SAW yaitu Abdullah Bin Mas'ud atau Ibnu Mas'ud merupakan sahabat yang membantah sikap seperti ini. Ia mengerti tidak salah untuk beruzlah tetapi jangan jadikan uzlah itu suatu hal yang sia-sia dan tidak akan apalagi dengan kondisi ummat yang kucar-kacir. Ada suatu cerita tentang Ibnu Mas'ud.

Seorang ahli fiqih dari para tabi'in Kufah yang arif dan bijaksana, Amir As-Sya'bi telah meriwayatkan bahwa ada beberapa pria telah keluar dari Kufah dan tinggal di
pinggir kota, beribadah di sana. Berita itu telah sampai ke pengetahuan Abdullah bin Mas'ud ra Dia pun datang menemui mereka. Orang-orang itu gembira dengan kedatangan beliau. Ibnu Mas'ud berkata kepada mereka: "Apakah yang mendorong berbuat demikian?"

Mereka berkata: "Kami ingin lari dari hingar bingar kelam kabut orang untuk beribadah."

Kata Abdullah bin Mas'ud: "Jika semua orang berbuat seperti apa yang kamu buat, siapakah yang akan memerangi musuh? Aku tidak akan tinggalkan tempat ini sampai kamu pulang!"

Kemudian salah seorang muhaddith yang thiqah yaitu Abdullah Al-Mubarak atau Ibnu Mubarak antara orang yang menjadikan kisah di atas sebagai inspirasi hidupnya dan ia mengkritik sikap sahabatnya yaitu Al-Fudhail Bin Iyadh (meninggal pada 187 H.) juga merupakan seorang muhaddith yang thiqah dan digelar anggota ibadah di dua tanah haram karena Al-Fudhail terkenal dengan ibadahnya di Mekah dan Madinah dan dikenal sebagai seorang yang gemar menangis ketika sujud dan selalu memakai wangi-wangian.

Ibnu Mubarak mengkritik sikap sahabatnya itu dalam suatu puisi yang menyentuh perasaan. Berikut adalah terjemahan Puisi tersebut:

Wahai orang yang sedang beribadah di dua tanah haram,
Jika kamu melihat kami niscaya kamu mengerti bahwa kamu hanya bermain-main di dalam ibadahmu.
Orang-orang itu membasahi lehernya dengan air mata,
Sedang tengkuk kami berlumuran dengan darah,
Dia memenatkan kudanya di dalam sia-sia,
Sedangkan kuda-kuda kami penat di hari peperangan,
Kamu berbau harum dengan parfum,
Sedangkan minyak wangi kami adalah keringat kuda dan debu yang terbaik di medan peperangan.

Telah datang kepada kami sabda Nabi kita,

Kata-kata yang benar, tepat dan bukan dusta:

"Tidak akan bertemu debu kuda pada hidung seseorang, dengan asap neraka yang
menyala. "

Kitab Allah ini telah menyebut di hadapan kita bahwa:

"Orang yang mati syahid itu tidak mati." Ini bukan satu dusta.

Apa yang dapat disimpulkan adalah tentang sikap mengabaikan dakwah dalam kehidupan ini adalah bukan karena fokus dalam beribadah tetapi karena takut dan ingin bersantai sambil menganggap Islam ini adalah agama yang ritual yaitu sekedar dianut sedangkan agama ini harus diperjuangkan oleh penganutnya sendiri.

Andai kata sikap begini masih membelenggu kita, siapakah yang akan melanjutkan tugas ini yang telah kita warisi dari Nabi dan Rasul terdahulu?

Harapan kita untuk melihat pengganti Sallehuddin Ayyubi dan Sultan Muhammad al-Fateh dalam generasi kita hanya sekedar harapan tanpa diusahakan.

Sesungguhnya, tanggung jawab setiap Muslim itu bukan saja ke atas dirinya tetapi kepada orang dan keadaan di sekelilingnya. Waktunya untuk kita ubah tassawur kita tentang hal ini dan menganjak ke arah paradigma yang baru dan memahami bahwa kita sebagai ummat akhir zaman dipertanggungjawabkan untuk mengemban tugas dakwah yang mulia ini.

Sikap berpeluk tubuh tidak akan membawa diri kita ke arah yang akan. Renungi sejarah ummat Islam yang terdahulu dan muhasabah diri kita agar kita mencapai tujuan yang diinginkan yaitu terjadinya pembentukan peradaban Khayra Ummah seperti mana yang dijelaskan dalam Surah al-Imran ayat 110:

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Jika Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang -orang yang fasik. "

Semoga Kita selalu berada dalam ridha Allah SWT
Wallahualam bissawab.

-Artikel Iluvislam.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar