Selalu ada orang yang menjadi budak dari berbagai jenis kenikmatan, berlaku kufur terhadap Pemberi nikmat, lalu menggunakan nikmat untuk mendurhakai Sang Pemberi. Begitulah waktu abadi orang yang ingkar kepada Rabbnya. Dan karena ingkarnya, Allah pun telah menimpakan berbagai adzab di dunia kepada mereka, sebelum nantinya ada adzab yang lebih dahsyat di akhirat.
Yang Durhaka Kemudian Binasa
Seperti yang dialami kaum ‘Aad. Mereka adalah kaum yang dianugerahi oleh Allah berupa kekuatan jasad, umur yang panjang dan kekayaan yang melimpah. Akan tetapi nikmat yang semestinya dimanfaatkan untuk mengabdi kepada Allah, justru dipergunakan untuk memusuhi-Nya,
”Dan itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Rabb mereka, dan mendurhakai Rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua Penguasa yang sewenang-wenang lagi menentang (kebenaran).” (QS. Huud: 59)
Diutusnya Huud atas mereka tidak disambut, melainkan dengan permusuhan. Ibnu Katsier menyebutkan riwayat dari Ibnu Ishaq, bahwa tatkala mereka berlaku kufur, maka Allah menahan turunnya hujan selama tiga tahun atas mereka. Hingga pada saat mereka melihat awan hitam yang menggelayut di langit, mereka bergembira dan menyangka bahwa itu pertanda hujan akan segera turun. Mereka bersorak kegirangan, “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”. Akan tetapi, Allah berfirman,
”(Bukan!) bahkan Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih. Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya.” (QS. al-Ahqaaf: 24-25)
Maka Allah tidak menyisakan mereka,
”Adapun kaum ‘Aad Maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; Maka kamu Lihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (QS. al-Haaqah 6-7)
Kisah yang serupa juga dialami oleh kaum Tsamud, kaum Luth, Fir’aun dan bala tentaranya, juga Qarun yang ditenggelamkan ke perut bumi beserta seluruh hartanya. Ini membuka mata manusia sepanjang masa, bahwa pada akhirnya nasib tragis di dunia akan menimpa orang yang ingkar dan durhaka kepada Penciptanya.
Janji Siksa di Neraka
Selain mereka, ada pula kaum atau personal yang telah dijanjikan siksa di neraka lantaran ingkar dan durhaka. Seperti al-‘Ash bin Wa’il. Ibnu Abbas bercerita, ”suatu kali ia mengambil tulang dari sebidang tanah, lalu dia tenteng dengan tangannya. Ia menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sembari berkata dengan sinis, “Apakah Allah akan menghidupkan orang ini setelah menjadi tulang belulang seperti ini?” Maka Nabi menjawab, “Ya, benar, Allah akan mematikan kamu, dan kelak Dia akan menghidupkan kamu lalu memasukkanmu ke dalam jahannam.” (HR al-Hakim)
Allah juga menjanjikan Abu Lahab dengan neraka lantaran kesombongan dan kekafirannya. Tatkala Nabi mengumpulkan orang-orang Quraisy untuk mendakwahi mereka, Abu Lahab memandang urusan itu terlalu sepele hingga para tokoh sekaliber dirinya diundang. Dengan sombongnya ia berkata, “tabban laka (yaa Muhammad), alihadza jama’tana?” Celakalah kamu wahai Muhammad, hanya untuk inikah kamu mengumpulkan kami?” (HR Bukhari)
Sebagai balasan atas kecongkakan dan celaan Abu Jahal tersebut, turunlah firman Allah, “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak Dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak”…dan seterusnya.
Ini sebagai balasan yang setimpal atas perbuatannya. Sebagaimana kaidah, “fakaifa tadiinu tudaanu”, Sebagaimana kamu berbuat, maka seperti itu pula kamu akan diperlakukan. Orang yang berlaku zhalim dan fajir akan merasakan pedihnya balasan siksa atas mereka.
Tersiksa Meski Bergelimang dengan Dunia
Yang seringkali luput dari pengetahuan dan penghayatan kaum muslimin adalah siksa dunia atas para pendurhaka. Hakikatnya, siksa yang menimpa orang yang fajir itu tak sebatas nasib tragis mereka di akhir hayat, atau sebatas siksa di akhirat saja. Jauh sebelum itu, tatkala mereka mengikuti selera nafsunya, ingkar dan membangkang kepada Penciptanya, sebenarnya siksa telah mereka rasakan pedihnya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah berkata tatkala menafsirkan firman Allah,
”Dan Sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam ‘jahim.” (QS. al-Infithar: 14)
”Jangan Anda sangka bahwa bahwa balasan ini hanya berlaku untuk penderitaan (jahim) di akhirat saja, bahkan di tiga alam; di alam dunia, alam barzakh dan alam akhirat.”
Sekilas, mungkin tampak sulit dipahami, bagaimana mereka dikatakan sengsara dan menderita sementara kita menyaksikan sebagian mereka bergelimang dengan harta dan memperturutkan hawa nafsunya?
Namun, hakikatnya tidaklah sulit untuk dipahami, sebagaimana pula kita meyakini kebenaran firman Allah Ta’ala,
”Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia,” (QS. at-Taubah: 99)
Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan, ”Siksa atas mereka itu adalah sesuatu yang bisa disaksikan. Siksa bagi para pemburu dunia, yang menggandrunginya dan lebih mengutamakan dunia dibanding akhirat adalah ambisi mereka untuk mendapatkan dunia, jerih payah mereka untuk mengumpulkannya, dan mereka didera oleh berbagai kesulitan untuk itu. Maka Anda tidak akan mendapatkan orang yang lebih lelah dari orang yang menjadikan dunia sebagai obsesi terbesarnya.”
Keadaan mereka seperti yang digambarkan sebagaian salaf, ”Barangsiapa yang menggandrungi dunia, maka tiga musibah akan menimpanya; kegelisahan yang sudah pasti, kelelahan tanpa henti dan penyesalan tak terperi.”
Gelisah untuk bersegara mendapatkan keinginannya dan gelisah karena sesuatu yang diinginkan menjadi milik orang lain. Tak ada orang yang lebih parah sifat dengkinya dari orang yang hanya mengutamakan dunia. Makin kuat ambisinya, makin kronis kedengkian yang menyengsarakan hatinya. Karena dia ingin memiliki segalanya, hal yang mustahil untuk diraihnya. Allah menjadikan bayang-bayang kefakiran selalu di pelupuk mata mereka, tidak pernah rasa puas menyapa mereka. Besarnya ambisi untuk memburu kenikmatan yang belum diraih melupakan mereka untuk menikmati hasil yang telah didapatnya. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
”Dan barangsiapa menjadikan dunia sebagai obsesinya, maka Allah akan menjadikan (bayang-bayang) kefakiran berada di pelupuk matanya.” (HR Tirmidzi)
Adapun siksa berupa kelelahan dan keletihan sudah pasti. Seluruh raga, hati dan pikiran akan terforsir hanya untuk memperebutkan kenikmatan dunia semata. Sesekali merancang intrik, membuat makar dan bersiasat untuk menjatuhkan dunia orang lain, atau merebutnya dari tangan mereka. Sesekali juga harus mengorbankan segalanya untuk sebuah kehormatan duniawi yang semu.
Bersusah dahulu di Dunia, Lalu Tersiksa di Neraka
Setelah bersusah payah dan lelah dalam memburu dunia, ada yang kemudian berhasil meraih impiannya, ada pula yang gagal mendapatkannya. Namun keduanya sama saja bagi orang yang durhaka, semua berpotensi derita bagi mereka. Ibnul Qayyim RHM berkata, ”Barangsiapa yang mencintai sesuatu selain Allah, maka ia akan merasakan pedihnya derita. Baik dia mendapatkan apa yang ia cintai ataupun tidak. Jika ia tidak bisa meraihnya, maka dia tersiksa lantaran tak bisa memilikinya, penderitaannnya sesuai dengan kadar ketergantungan hati terhadapnya. Dan jika apa yang dia inginkan tercapai, maka dia merasakan deritanya pada saat bersusah payah sebelum mendapatkannya, kekhawatiran setelah mendapatkannya, dan penyesalan setelah sesuatu itu hilang darinya.”
Ini seperti yang diungkapkan penyair Arab, ”Siapakah yang lebih tersiksa dari orang yang mencintai (dunia). Meski nafsu mendapatkan manisnya rasa, kau lihat dirinya selalu menyeka air mata. Karena takut akan berpisah darinya, atau karena rindu ingin segera bersua.”
Tidak disangkal, orang mukmin juga mengalami sebagian yang mereka rasakan, berupa keletihan dan kesusahan. Bedanya, setiap kelelahan yang menimpa seorang mukmin bersamaan dengan bergugurannya beban dosa di pundaknya, ia pun menjadi lega. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
”Tiada sesuatupun yang menimpa seorang muslim berupa kelelahan, rasa sakit, kegelisahan, kesedihan dan kesusahan, hingga duri yang mengenai dirinya, melainkan dengannya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya.” (HR Bukhari)
Berbeda dengan orang kafir yang tidak memiliki pengharapan kepada Allah, keletihannya adalah siksa, ’titik’. Kalaupun masih ada ’koma’, maka kalimat berikut berisi keletihan dan kepayahan yang lebih berat di neraka. Bersakit-sakit di dunia, disiksa kemudian di neraka. Nas’alullahal ’aafiyah.
(Abu Umar Abdillah) ar-risalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar