Rabu, 20 Juli 2011

~**~ Satu Sedekah Seribu Berkah ~**~




Dikisahkan dalam Kitab Min ‘Ajaa’ibish Shadaqah, suatu malam ada orang fakir mengetuk pintu rumah seorang ulama, lalu orang alim itu bertanya kepada istrinya tentang sesuatu yang dimilikinya. Sang istri berkata, “Kita tidak memiliki apa-apa selain sepuluh butir telur ayam.” Suaminya berkata, ”Berikanlah telur-telur itu kepadanya.” Maka telur itu diberikannya kepada si fakir, dan disisakan satu butir telur untuk anaknya tanpa sepengetahuan suaminya. Tak lama kemudian, datang seorang tamu mengetuk pintu dan membawa rejeki yang diperuntukkan untuk keduanya sebanyak 90 dinar. Lalu orang alim itu bertanya kepada istrinya, ”Berapa telur yang kamu berikan kepada si fakir?” Istrinya menjawab, ”sembilan butir.” Lalu beliau berkata, ”Kita mendapatkan 90 dinar, setiap kebaikan dilipatkan sepuluh kali.”

Kisah ini hanyalah sampel tentang sedekah yang membuahkan keberkahan. Qadarullah, Allah berkehendak menjadikan berkah tersebut begitu nyata dan dapat dihitung dengan rumus matematika, Allah menggantinya dengan sepuluh kali lipat. Meski tentunya tak selalunya ’reward’ itu bisa diindera sedemikian rupa. Yang pasti, seseorang akan mendapatkan hasil lebih banyak dari apa yang ia sedekahkan karena Allah.

Penderma Lebih Butuh dari Penerima

Sekilas, tatakala seseorang mendermakan hartanya kepada orang fakir, maka si fakirlah yang mendapat manfaat dari sedekah itu. Namun sejatinya, keuntungan yang didapatkan oleh penderma, jauh lebih banyak dan lebih besar. Tidak berlebihan jikalau disimpulkan bahwa kebutuhan kita untuk bersedekah itu lebih besar dari kebutuhan orang fakir terhadap harta yang kita sedekahkan. Bukankah Allah telah berfirman,

”Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka (faedahnya) itu untuk kamu sendiri.” (QS. al-Baqarah: 272)

Begitupun dengan firman-Nya, ”In ahsantum ahsantum li anfusikum”, jika kamu berbuat baik, maka sesungguhnya kamu berbuat baik untuk diri kamu sendiri. Ini menjadi kaidah umum untuk seluruh kebaikan. Adapun kebaikan berupa sedekah sangat nyata dirasakan pengaruhnya oleh orang yang pernah mengalaminya.

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah meyakinkan kita, bahwa harta tidak berkurang dengan disedekahkan,

“Tidaklah berkurang harta yang disedekahkan.” (HR Muslim)

Imam an-Nawawi menjelaskan dalam Syarah Muslim, bahwa maksud tidak berkurang itu mengandung dua pengertian. Pertama bahwa harta itu diberkahi dan dengannya madharat bisa tercegah, sehingga berkurangnya harta secara fisik tergantikan dengan keberkahan, dan ini bisa dirasakan dan terbukti sebagaimana pengalaman yang bisa disaksikan. Yang kedua, meskipun secara dzatnya berkurang, namun dari sisi pahala lebih banyak dari harta yang berkurang.”

Ada hadits lain yang menguatkan bahwa, setiap sedekah yang kita keluarkan, pasti akan mendapatkan ganti. Sebagai pengabulan doa dari para malaikat sebagaimana sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,

Tiada datang waktu pagi melainkan ada dua malaikat yang turun atas manusia, lalu satunya berdoa, “Ya Allah, Berilah ganti bagi yang bersedekah.” (HR. Bukhari)

Seribu Berkah Ba’da Sedekah

Allah tidak akan menjadikan orang yang berdema menjadi pailit. Bahkan sebaliknya, berkah yang melimpah akan disandang oleh para dermawan. Logika iman mengajarkan, bahwa sedekah berarti investasi kepada Allah yang pasti untung dan mustahil merugi.

Jika seseorang atau badan usaha yang profesional, datang kepada kita dengan cashflow yang menjanjikan keuntungan, ditambah lagi dengan kemungkinan minimnya resiko, lalu menawarkan saham untuk kita, tentulah kita akan bergegas untuk menyambutnya, dan menanamkan modal demi keuntungan yang besar. Meskipun keuntungan itu masih bersifat asumsi maupun prediksi. Masih ada resiko kerugian, atau bahkan kebangkrutan. Baik disebabkan oleh keteledoran dalam mengelola usaha, atau adanya faktor eksternal di luar perhitungan. Anehnya ketika tawaran itu datang dari Dzat yang menjanjikan keuntungan jauh lebih tinggi, Dia juga Maha Menepati janji, dan Mahakuasa membagi rejeki, masih ada orang yang meragukan untuk menyambut tawaran-Nya. Masih berfikir jikalau investasi itu akan berujung pada kerugian dan kemiskinan. Alangkah buruk persangkaan mereka kepada Allah.

Bagaimana mungkin akan merugi, investasi usaha yang dikelola oleh Allah yang Maha Mengatur segala alam semesta? Mari kita simak, jaminan keuntungan yang Allah janjikan bagi siapapun yang berkenan menanam investasinya kepada-Nya,

”Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. al-Hadiid: 11)

Adakah yang lebih layak dipercaya selain Allah, yang Mahakaya, dan Maha Berkuasa atas segalanya? Bagaimana mungkin orang yang berakal ragu untuk menitipkan investasinya kepada Allah?

Allah subhanahu wa ta’ala pun telah berjanji dalam hadits qudsi,

“Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Berinfaklah wahai Anak Adam, niscaya Aku akan berinfak untukmu.”

(HR al-Bukhari)

Pun begitu, ganti yang dijanjikan itu belum tampak di depan mata. Hanya orang yang yakin dan tawakal yang berani mengambil keputusan. Toh, fakta menunjukkan, tak ada cerita orang yang miskin lantaran over dosis dalam berderma.

Keberkahan sedekah tak hanya mengundang datangnya kemaslahatan yang diharapkan, tapi juga mencegah kemadharatan yang ditakutkan. Sedekah yang kita lakukan seakan menjadi tebusan hingga di kemudian hari kita aman dari suatu bahaya yang mengancam.

Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan tentang Yahya bin Zakariya yang memerintahkan Bani Israil dengan lima hal, salah satunya adalah, “Aku memerintahkan kalian untuk bersedekah. Karena perumpamaan sedekah itu seperti seseorang yang ditawan musuh, lalu tatkala musuh sudah memegang leher dan hendak menebasnya, tiba-tiba dia berkata, ”Aku menebusnya dari kalian dengan harta sedikit dan yang banyak.” Maka iapun berhasil membebaskan diri dari mereka.” (HR Tirmidzi, beliau mengatakan, ”hadits hasan shahih”)

Ibnu Syaqiq bercerita, bahwa Abdullah bin Mubarak pernah ditanya oleh seseorang tentang luka di lututnya yang terus mengeluarkan nanah sejak tujuh tahun. Dia juga sudah berusaha menempuh berbagai macam pengobatan, pergi ke tempat para tabib, namun juga belum menunjukkan hasilnya. Maka Ibnul Mubarak menyarankan, ”Pergilah dan buatkanlah sebuah sumur di tempat perkampungan yang membutuhkan air, saya ber-harap air bisa mengalir di sana, dan ketika itu lukamu akan sembuh. Orang itupun melakukan saran beliau dan kemudian sembuh.

Buah Sedekah di Akhirat

Begitulah keajaiban faedah sedekah di dunia. Sedangkan faedah sedekah di akhirat lebih hebat lagi. Karenanya, Andai saja manusia setelah mati dikembalikan ke dunia, maka yang ingin mereka lakukan adalah bersedekah,

”Wahai Rabbi, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh” (QS. al-Munaafiqun: 10)

Ini menunjukkan betapa mereka melihat bahwa di akhirat sedekah sangat bermanfaat. Orang yang bersedekah akan tahu, bahwa harta sejati yang menjadi miliknya adalah harta yang disedekahkannya. Sedangkan harta yang tersisa, atau telah dipergunakan itu akan fana.

Ketika ummul mukminin ditanya oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tentang kambing yang disembelih, adakah masih tersisa? Aisyah menjawab, ”Telah habis dibagi, hanya tersisa sebelah bahunya saja.” Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”(yang benar), masih utuh semua, kecuali sebelah bahunya.” (HR Muslim)

Yang dibagik-bagikan itulah hakikat harta yang sebenarnya, sedangkan yang tersisa itu bukanlah menjadi miliknya selain hanya sementara saja. Kemurahan Allah yang melipatkan pahala sedekah hingga 700 kali lipat dan bahkan bahkan masih lebih banyak lagi.

Kedermawanan akan mendekatkan pelakunya menuju jannah, sekaligus membentengi dan menjauhkan pelakunya dari neraka. Ya Allah, jauhkanlah kami dari sifat bakhil. Amin.

(Abu Umar Abdillah) ar-risalah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar