Seperti bayi yang tak diinginkan kelahirannya, tapi menjadi orang paling berguna ketika dewasa, daripada saudara-saudaranya. Tamsil ini barangkali cocok untuk mengibaratkan sebuah kegagalan. Kegagalan, adalah realita yang –tak dipungkiri- tidak pernah diinginkan kehadirannya, tapi ternyata membawa hikmah yang luar biasa di balik punggungnya. Meski demikian, wajar jika tak seroang pun pernah menginginkan kegagalan menyapa dirinya. Itu karena sang hikmah tak pernah mau menampakkan diri tepat pada saat kegagalan menghampiri.
Gagal. Dalam kamus bahasa indonesia artinya batal atau tidak jadi meraih sesuatu. Sebelum membahas lebih lanjut, kita harus membatasi makna gagal pada sesuatu yang tidak jadi atau batal terraih setelah adanya usaha maksimal. Sebab, kegagalan yang terjadi sebelum atau tanpa usaha maksimal, sejatinya bukanlah kegagalan tapi konsekuensi logis. Sebuah keniscayaan dari lemahnya usaha dan semangat. Batasan lainnya adalah sesuatu yang diusahakan tersebut bersifat mubah, bukan yang dilarang syariat. Dengan batasan ini, segala sudut pandang, filosofi dan motivasi –insyaallah- akan bisa benar-benar menyasar dan tak salah tempat.
Kegagalan Memang Menyakitkan
Dilihat dari sudut pandang fakta, kegagalan memang pahit rasanya bahkan mungkin menyakitkan. Betapa keringat yang telah keluar, waktu yang telah terkorban dan segenap usaha ternyata harus runtuh tak menghasilkan. Semua itu jelas bukan sesuatu yang langsung bisa dipersepsikan sebagai sebuah keberhasilan yang tertunda. Dimana seseorang bisa tetap tenang dan tersenyum saat melihat kemunculannya. Karenanya, diperlukan manajemen berpikir yang baik untuk mengolah shock akibat kegagalan. Harapanya agar kegagalan tersebut bisa menjadi batu loncatan menuju kesuksesan.
Pertama, sebelum kita berusaha menghibur diri dengan berusaha mencari filosofi-filosofi orang sukses mengenai kegagalan, kita harus sadari bahwa kegagalan itu bagian dari takdir. Takdir yang harus kita terima, karena semuanya telah terjadi. Ini penting disadari karena dengan memahami sepenuh hati bahwa semua itu telah menjadi kehendak-Nya dan telah berlalu, satu kekecewaan akan tertutup. Qadarallahu ma sya’a fa’ala, Allah telah menakdirkan demikian, apa yang Dia kehendaki pasti kan terjadi. Seseorang tidak perlu kembali ke masa silam untuk mengubah keadaan. Ia hanya perlu memulai yang baru, untuk menemukan akhir seperti yang diinginkan, biidznillah.
Kedua, kegagalan itu bukan aib dan bukan sesuatu yang memalukan. Kesalahan itu wajar. Kata orang, kesalahan hanyalah sesuatu yang menegaskan bahwa kita masih layak disebut manusia. Persepsi ini akan membuat hati kita tenang. Mengapa? Karena hantu paling menakutkan bagi manusia adalah tersingkapnya aib dan keburukan. Jika kegagalan dalam usaha bukan sesuatu yang tercela, maka untuk apa ditakuti? Lagipula, mencela kegagalan sebenarnya hanyalah mencela masa lalu. Perbuatan yang sama sekali tidak berguna.
Ketiga, silahkan mencari berbagai filosofi untuk membangun positif thinking dalam menghadapi sebuah kegagalan. Ada banyak kata-kata bijak yang bisa kita renungi darinya. Misalnya: “kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda”. Karena kegagalan adalah bagian tak terpisahkan dari kesuksesan. Tidak ada usaha maksimal yang benar-benar mengalami kegagalan. Kegagalan hanyalah lampu merah bahwa ada yang salah dalam usaha kita. Sedang kesalahan akan semakin menegaskan yang benar dan membuatnya semkain kontras. maka sebenarnya “Kegagalan adalah guru besar orang-orang sukses”. Ada lagi yang mengatakan, hitunglah kegagalan seperti menghitung umur. Secara bilangan bertambah, tapi haikikatnya berkurang. Artinya secara jumlah (kali) kegagalan memang bertambah; sekali, dua kali, tiga kali dst. Tapi secara hakikat berkurang karena semakin banyak gagal, semakin banyak pelajaran yang diambil dan semakin dekatlah tangga kesuksesan. Karenanya, benralah jika dikatakan, “kesuksesan, sejatinya adalah anak tangga terakhir kegagalan”.
Pada akhirnya, apakah kegagalan adalah abtu loncatan menuju kesuksesan atau tidak, semua bergantung dari sikap si penerima trofi kegagalan. Ia bisa memilih antara;
- Menolak; tidak terima, mencari kambing hitam, mencari pembenaran diri dan berhenti. Dengan ini kegagalan adalah anak tangga patah yang benar-benar membuatnya terjerembab tak mampu bangun lagi. Bukan yang menjadikan kakinya melangkah lebih panjang menuju anak tangga berikutnya.
- Menerima tapi melakukan kesalahan yang sama. Sikap keras kepala yang tidak akan membuahkan –jelas- tidak akan membuahkan kesuksesan.
- Menjadikan kegagalan sebagai pelajaran dan suntikan penyemangat. Dan inilah yang akan menjadi kebangkitan yang nyata.
Kegagalan Hakiki
Kegagalan, apapun bentuknya selagi masih di dunia bukanlah kegagalan yang yang sebenarnya. Masih ada peluang untuk meraih keberhasilan. Asalkan tetap ada semangat, kerja keras dan kecerdasan untuk belajar dari kegagalan. Sehingga kegagalan bukanlah lembar terakhir dari buku kehidupan. Gagal lulus sekolah, bukan berarti masa depan suram. Banyak pengusaha kaya yang memiliki ‘pengalaman buruk’ dalam hal akademik. Gagal mendapat jodoh impian, tidak berarti harus membujang. Masih ada yang lain, yang sangat mungkin jauh lebih baik dan berbagai kegagalan yang lain. Intinya kegagalan bukanlah akhir segalanya.
Kegagalan yang sesungguhnya adalah kegagalan dalam berusaha untuk menjadi hamba yang layak mendapat ridha-Nya. Kegagalan sejati adalah ketika seseorang benar-benar gagal, bangkrut dan tak memperoleh nilai di akhirat dari apa yang telah diusahakannya di dunia. Allah berfirman,
“Bekerja keras lagi kepayahan, -tapi- memasuki api yang sangat panas (naar).”, (QS. Al Ghasiyah:3-4)
Profil manusia paling gagal adalah manusia yang tidak beriman. Betapapun baiknya, betatapun dermawannya dan betapapun santunya ia di dunia, tetap saja dia akan gagal mendapatkan balasan dari kebaikannya di akhirat. Profil yang lain adalah seorang muflis, manusia bangkrut yang benar-benar bangkrut. Rasulullah bersabda,
“Orang yang bangkrut adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, sedekah dan shiyam. Tapi ia telah mengumpat ini, memukul si ini dan memakan harta si ini. Lalu diambilah kebaikannya untuk si ini dan si ini. Jika kebaikannya habis sebelum impas, kesalahan mereka akan diberikan kepadanya, lalu ia dijebloskan ke neraka.” (HR. Bukhari Muslim)
Maka, selagi masih di dunia, tidak ada kata gagal dan tidak perlu khawatir mengalaminya jika kita mampu memaknai kegagalan dengan benar. Yang harus kita waspadai adalah jangan sampai kita mengalaminya di akhirat. Karena akhirat adalah lembaran terakhir dari kisah perjalanan hidup kita. Wallahua’lam.
ar-risalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar